Misteri Nusantara -Tetangga Sebelah Setiap malam, aku selalu menatap rumah kosong di sampingku. Rumah itu telah bertahun-tahun tak berpenghuni, hanya menyisakan kesan suram dan dingin. Namun, aku merasa senang ketika akhirnya satu keluarga pindah ke sana. Dari kejauhan, aku melihat seorang anak laki-laki seusia denganku. Aku pun bersemangat mencoba berteman dengannya.
Keesokan harinya, aku meminta izin pada ibu.
“Ibu, aku mau keluar sebentar ya,” ujarku.
Ibu mengangguk sambil tersenyum.
Aku segera menuju rumah itu dan berdiri di dekat pagarnya. Dari balik pagar, aku melihat anak laki-laki itu berdiri memandangi pohon besar di halaman rumahnya. Wajahnya kosong, tetapi senyumnya tiba-tiba muncul saat dia menatap pohon tersebut. Kemudian karena penasaran, aku memberanikan diri membuka pintu pagar.
“Hei!” sapaku dengan suara ramah.
Anak itu menoleh perlahan dan tersenyum tipis. Aku melangkah mendekatinya.
“Sudah lama aku tidak punya teman di sekitar sini. Mau jadi temanku?” tanyaku langsung.
Setelah itu ia tampak ragu sejenak sebelum menjawab, “Oh… iya.”
“Namaku Aldo. Kamu?” tanyaku lagi.
“Panggil saja aku Gani,” jawabnya singkat.
Aku memperhatikan lagi pohon besar itu. “Kenapa kamu terus memperhatikan pohon itu?” tanyaku penasaran.
“Aku suka pohon,” ucapnya tanpa ekspresi.
Isi Rumah yang Mencurigakan
Tak lama kemudian, Gani mengajakku masuk ke rumahnya. Begitu masuk, bau apek dan debu langsung menyerbu hidungku. Semua furnitur di dalamnya terlihat usang, seperti tak pernah disentuh.
“Orang tua kamu di mana? Kamu punya kakak atau adik?” tanyaku ingin tahu.
Gani mendadak terdiam. Wajahnya berubah pucat, lalu dia berbisik pelan, “Aku tidak punya siapa-siapa.”
Aku terkejut. “Oh, maaf ya. Aku nggak tahu,” kataku menyesal. Misteri Nusantara – Tetangga Sebelah.
Gani mempersilahkanku duduk di sofa yang kotor. “Tunggu sebentar, aku ambilkan minum,” katanya sambil berjalan ke dapur.
Saat dia pergi, aroma busuk tiba-tiba tercium. Aku merasa mual dan memutuskan mengikuti Gani ke dapur untuk mencari tahu. Ketika aku tiba di dapur, aku melihat Gani menuangkan serbuk putih dari kotak kecil ke dalam gelas. Aku membaca tulisan pada kotaknya. “Racun Tikus.”
Jantungku berdegup kencang. Aku kembali ke sofa dengan tenang, meski pikiranku penuh kecemasan. Tak lama, Gani muncul membawa segelas es jeruk.
“Ayo diminum,” katanya sambil tersenyum aneh.
“Maaf, aku alergi jeruk. Kamu saja yang minum,” elakku.
Gani tampak kesal. “Minuman ini khusus aku buat untuk tamu!” serunya dengan nada tinggi.
“Aku harus pulang sekarang,” kataku sambil berdiri. Namun, pintu rumah itu terkunci. Aku menarik gagang pintu dengan panik.
“Buka pintunya, Gani!” teriakku.
Gani hanya berdiri di sana. Perlahan, dia mengangkat pisau berlumuran darah kering.
“Kamu tidak akan pergi ke mana-mana,” katanya dengan seringai mengerikan.
Malam Berdarah di Rumah Gani
Aku berlari menuju salah satu ruangan dan menguncinya dari dalam. Napasku tersengal. Ketika aku menoleh ke belakang, tubuhku gemetar hebat. Di sana, aku melihat mayat-mayat bergelimpangan. Tubuh seorang pria dewasa, wanita, dan dua anak kecil tergeletak dengan perut terburai. Darah mengalir membasahi lantai, dan bau busuk menyengat memenuhi ruangan.
Aku mundur hingga membentur dinding, menahan muntah yang hampir keluar. Tiba-tiba, suara ketukan lembut terdengar di pintu.
Ketukan itu berubah menjadi gebrakan keras. Pisau Gani menusuk-nusuk pintu, menciptakan lubang besar. Aku memecahkan kaca jendela dengan kayu dan melompat keluar.
Gani mengejarku dengan pisau di tangannya. Aku bersembunyi di balik pohon besar sambil menelepon polisi.
“Tolong! Datang ke rumah ini sekarang!” teriakku panik.
Aku membaca sesuatu yang terukir di batang pohon. “Maafkan aku, aku ingin membunuh kalian semua.” Tulisan itu membuat bulu kudukku meremang.
Tiba-tiba, Gani muncul dengan wajah lusuh dan tatapan penuh kebencian dan menyerangku dengan pisau, tetapi aku berhasil menghindar, hingga akhirnya dia menusuk perutku.
Aku terjatuh, darah mengalir dari luka di perutku. Ketika Gani mengangkat pisaunya lagi, genting rumahnya runtuh dan menimpa tubuhnya. Aku merangkak menjauh, berteriak meminta pertolongan.
Kehilangan Kendali
Suara sirene polisi terdengar mendekat. Polisi mendobrak pagar rumah dan mengevakuasiku. Meskipun Gani mencoba melawan dengan sengit hingga melukai salah satu petugas, mereka akhirnya berhasil menangkapnya. Akibat perlawanan itu, polisi terpaksa melumpuhkan Gani sebelum membawanya ke kantor.
Tiga hari kemudian, aku diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Namun, kabar burung menyebutkan Gani berhasil melarikan diri dari penjara.
Aku merasa lega saat keluargaku memutuskan pindah jauh dari rumah itu. Meskipun begitu, di sudut pikiranku, ketakutan akan kemunculan Gani terus menghantuiku. Demikianlah Misteri Nusantara – Tetangga Sebelah.
Klik Disini, Daftar Platform Hongkong Aman dan Terpercaya Sejak 2014
Tinggalkan Balasan