Kesunyian di Tengah Hutan
Teror Tengah Hutan : Bayangan Gelap di Balik Cermin Aku biasa dipanggil Joko, dan saat itu usiaku 18 tahun, masih duduk di kelas 3 SMA. Aku tinggal bersama keluargaku di rumah dinas yang jauh dari kota, di tengah-tengah area hutan milik perusahaan tempat ayahku bekerja. Rumah kami kecil dan sederhana, namun nyaman. Ada ruang utama dengan ruang tamu, ruang keluarga, tiga kamar tidur, dan satu kamar mandi. Di bagian belakang, ada dapur, mushola, tempat cuci, dan kamar mandi lainnya. Ruang utama yang ber-AC dipisahkan oleh kaca besar dari ruang belakang.
Suatu Minggu pagi, aku terbangun dan langsung menuju ruang keluarga untuk menonton TV. Semua keluargaku pergi berbelanja bulanan, tapi aku menolak ikut, padahal adik dan kakakku semuanya ikut. “Sendiri lagi, haduh…” gumamku. Setelah suara mobil mereka hilang, rumah jadi sangat sunyi, berbeda dari biasanya. Mungkin karena letak rumah kami memang terpencil dan jauh dari tetangga, apalagi saat akhir pekan, suasana makin sepi.
Aku duduk menikmati udara dingin ruangan yang ber-AC sambil asyik menonton TV. Namun, seiring waktu, aku mulai merasa tidak nyaman. Ada sensasi aneh seperti hawa dingin yang menusuk. Aku mengusap lenganku, mencoba mengusir merinding yang tiba-tiba muncul. Tapi semakin aku mencoba mengabaikannya, rasa takut itu semakin kuat.
Ketukan di Jendela
Karena mulai merasa ngantuk, aku memutuskan untuk pindah ke kamarku. Aku berbaring sambil mendengarkan lagu dari ponsel, berharap bisa tertidur. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pelan di jendela kamarku. Aku tersentak dan membuka mata, menatap jendela yang tertutup tirai. Tidak ada apa-apa. Hanya bayangan gelap hutan di luar sana.
Aku mencoba kembali tidur, berpikir mungkin itu hanya suara ranting pohon. Tapi, suara ketukan itu terdengar lagi, kali ini lebih keras, seolah-olah ada yang mencoba masuk. Merindingku makin parah, dan aku mulai memikirkan hal-hal yang tidak-tidak. Aku melepas headset dan berusaha menenangkan diri, tapi jantungku berdetak semakin kencang.
Bayangan di Cermin
Tak lama, aku merasa seperti ada gempa kecil. Kasurku bergetar pelan, cukup untuk membuatku membuka mata. Dan saat aku menoleh ke cermin besar yang tergantung di dinding kamarku, aku melihat sesuatu yang membuat darahku membeku. Di sana, ada sosok samar berwarna putih, berdiri tepat di belakangku. Aku terpaku, tidak bisa bergerak, hanya bisa menatap bayangan itu di cermin. Wajahnya pucat, dengan mata hitam kosong yang menatap lurus ke arahku. Rambut panjangnya kusut, menutupi sebagian wajahnya, menambah kesan seram yang tidak bisa kulukiskan dengan kata-kata.
Aku mencoba untuk menoleh ke belakang, namun tubuhku terasa kaku. Saat aku mengumpulkan keberanian untuk melihat cermin lagi, sosok itu bergerak lebih dekat, seolah siap meraihku. Rasanya seperti ada yang mencekikku, walaupun tidak ada sentuhan fisik sama sekali. Nafasku tersengal, tapi aku tak mampu berteriak. Aku hanya bisa berdoa dalam hati, meminta pertolongan agar makhluk itu menjauh.
Suara yang Memekakkan
Tiba-tiba, sosok itu membuka mulutnya dan mengeluarkan suara melengking yang sangat keras. Suara itu menembus telingaku, menggetarkan setiap saraf di tubuhku. Aku merasa telingaku berdengung, seolah-olah mendengar suara teriakan yang berasal dari dalam kepalaku sendiri. Aku menutup telinga dengan kedua tangan, berusaha mengusir suara itu, tapi sia-sia. Suara itu terus terdengar, semakin keras, semakin mencekam.
Aku memberanikan diri untuk membuka mata, dan saat itu kulihat sosok itu sudah berada tepat di depan wajahku. Tatapannya kosong, tapi mengancam, seperti siap mengambil nyawaku kapan saja. Aku ingin bergerak, tapi tubuhku benar-benar kaku. Aku ingin berteriak, tapi suaraku serasa tertahan di tenggorokan. Rasa takut yang begitu dalam membuatku tidak mampu melakukan apa pun selain menutup mata lagi, berharap sosok itu segera menghilang.
Mimpi yang Terlalu Nyata
Tak lama kemudian, aku tersentak bangun dengan nafas yang terengah-engah. Seluruh tubuhku basah oleh keringat dingin, dan jantungku berdegup kencang seolah-olah baru saja lari maraton. Aku menatap sekitar kamar, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Ponselku masih tergeletak di sebelahku, dan lagu dari Koes Plus, “Telaga Sunyi,” masih berputar. Aku merasa lega sekaligus bingung. Apakah semua itu hanya mimpi?
Namun, meskipun aku berusaha meyakinkan diriku, suasana kamar tetap terasa aneh. Ruangan masih terasa dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya. Aku bangkit dari tempat tidur dan segera keluar kamar, duduk di depan rumah sambil mencoba menenangkan diri.
Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara mobil keluargaku mendekat. Mereka pulang karena pusat perbelanjaan penuh. Aku menceritakan pengalaman mencekam tadi pada ibuku. Ia hanya mengusap kepalaku sambil berkata lembut, “Mungkin itu pertanda agar kamu lebih sering berdoa dan belajar mendekatkan diri pada Tuhan.” Kata-katanya membuatku merenung. Mungkin ada pesan di balik kejadian ini yang belum kumengerti. Hari itu meninggalkan kesan yang sangat menakutkan dan tak terlupakan.
Tinggalkan Balasan