Misteri Nusantara – Seribu Hari Setelah Meninggal Sore itu, Andi datang menjemput pacarnya, Dita. Seperti biasa, mereka berencana menghabiskan waktu bersama, namun kali ini Dita meminta Andi untuk mengantar dirinya ke rumah neneknya yang berada di luar kota. Ada acara keluarga yang penting yang harus dihadiri Dita, dan Andi pun dengan senang hati mengiyakan permintaannya.
Perjalanan yang Tak Terasa Lama
Setelah menunggu beberapa lama, Andi akhirnya tiba. Dita pun segera naik ke motor Andi, dan mereka memulai perjalanan menuju rumah neneknya yang terletak cukup jauh. Sepanjang perjalanan, mereka asyik mengobrol dan berbincang, sehingga tanpa terasa, mereka sudah menempuh perjalanan selama lebih dari satu setengah jam.
Mereka akhirnya sampai di rumah nenek Dita. Saat itu, adzan maghrib sudah berkumandang, dan Andi memutuskan untuk tidak ikut masuk ke dalam rumah. Ia memilih untuk pergi ke masjid yang terletak tidak jauh dari situ, untuk menunaikan shalat maghrib berjamaah, dan baru kembali setelah shalat isya.
Pertemuan dengan Pak Anton
Di masjid, setelah shalat maghrib, Andi duduk di luar sambil menunggu adzan isya. Ia melihat seorang pria paruh baya yang sedang memperhatikan motor yang ia kendarai. Andi kemudian mendekatinya dan mengajak pria itu berbincang.
“Motor antik ya, Dik?” tanya pria tersebut.
“Ya, Pak. Motor ini motor tua milik ayah saya waktu masih muda,” jawab Andi.
Pria itu mengangguk dengan senyuman, “Saya suka motor seperti ini, apalagi kalau terawat, bikin iri saya.”
“Kenapa iri, Pak?” tanya Andi.
“Saya juga punya motor antik, tapi sudah lebih dari tiga tahun tak terawat, cuma saya simpan di gudang,” jawab pria itu, yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Pak Anton.
“Sayang sekali, Pak. Apa motornya rusak sampai tidak dirawat?” tanya Andi lagi.
“Enggak juga, dik. Dulu sebelum saya tinggalkan, motor itu masih bagus dan mulus. Cuma, sekarang tak ada yang memperhatikannya,” kata Pak Anton, sedikit ragu.
“Kenapa tidak dirawat lagi, Pak? Kan sayang kalau dibiarkan begitu saja,” tanya Andi.
Pak Anton terdiam beberapa saat, lalu dengan suara pelan ia menjawab, “Karena saya sibuk, dik. Ada urusan yang penting, dan itu membuat saya jarang pulang ke rumah.”
Andi merasa sedikit aneh dengan jawaban Pak Anton, tetapi ia tidak terlalu menggubrisnya. Ia berpikir mungkin Pak Anton hanya sedang menjalani kesibukan yang membuatnya tidak sempat merawat motor tersebut.
Shalat Isya dan Kejadian Aneh
Setelah shalat isya, Andi mencari-cari Pak Anton di sekitar masjid, namun tidak menemukannya. Akhirnya, ia melihat Pak Anton berdiri di luar gerbang masjid. Andi segera mendekatinya dan mengajaknya pergi. Mereka pun berangkat tanpa banyak bicara, melintasi jalan yang sepi menuju rumah nenek Dita.
Setibanya di depan rumah nenek Dita, Pak Anton merogoh kantong celananya dan memberikan dua lembar uang seratus ribuan kepada Andi.
“Ini uang apa, Pak?” tanya Andi bingung.
“Ini uang untuk beli air mineral, sisanya kamu simpan untuk beli bensin,” jawab Pak Anton sambil mulai berjalan masuk ke rumah nenek Dita.
Andi merasa heran, tetapi ia tidak banyak bertanya. Ia kemudian memarkirkan motor lebih ke pinggir jalan, karena banyak orang yang mulai berdatangan untuk menghadiri acara dzikir di rumah nenek Dita.
Pencarian Air Mineral
Tepat sebelum Andi masuk ke dalam rumah, tiba-tiba Dita menepuk pundaknya dan berkata, “Andi, antar aku beli air mineral yuk!”
Tanpa banyak berkata, Andi segera menaikkan Dita ke motornya dan mereka berdua berangkat menuju kios yang menjual air mineral.
“Non, kamu disuruh pamanmu beli air mineral ya?” tanya Andi.
“Ya, kok kamu tahu?” jawab Dita terkejut.
“Ya tahu lah, tadi di masjid, pamanmu ngasih uang dua ratus ribu untuk beli air mineral, dan sisanya buat bensin. Baik banget ya pamanmu?” ujar Andi.
“Masa sih? Paman tadi dari pagi ada di rumah nenek, bantu beres-beres acara,” jawab Dita, masih bingung.
“Pak Anton yang mana sih, Non? Aku tadi ngobrol sama Pak Anton di masjid,” tanya Andi, sedikit kebingungan.
Dita terlihat sangat terkejut, “Andi, acara di rumah nenek ini kan acara seribu hari meninggalnya om Anton. Om Anton yang kami peringati hari ini!”
Ketegangan yang Meningkat
Andi langsung terdiam. Kilasan-kilasan pertemuannya dengan Pak Anton kembali terlintas di pikirannya. Ia ingat bagaimana Pak Anton sering menundukkan wajahnya saat berbincang, bagaimana ia merasa ada hawa dingin saat berada di dekatnya, dan bagaimana tatapan orang-orang yang ada di sekitar masjid ketika mereka berbincang.
Andi juga ingat, Pak Anton tidak ikut shalat berjamaah bersama mereka, dan dia tidak merasakan ada tambahan beban di motor saat membonceng Pak Anton.
Dengan tangan yang mulai bergetar, Andi merogoh kantong jaketnya. Uang yang diberikan Pak Anton ada di sana. Tetapi, alangkah terkejutnya Andi ketika ia mendapati bahwa yang ada di kantongnya bukan uang seratus ribuan, melainkan dua lembar daun kering yang terlihat sangat mirip dengan uang, namun terasa dingin dan rapuh seperti daun yang telah lama terjatuh.
Jantung Andi berdegup kencang. Tanpa bisa menahan ketegangan, ia menarik gas motornya lebih cepat, melaju tanpa memperhatikan teriakan Dita yang memintanya berhenti, karena mereka sudah melewati kios yang ingin mereka tuju.
Kejanggalan yang Tak Terungkap
Andi terus melaju, perasaan takut dan cemas semakin menguasai dirinya. Sesampainya di rumah nenek Dita, ia tak bisa mengungkapkan apa yang baru saja terjadi. Semua terasa aneh dan tidak wajar. Namun, yang paling mencengangkan adalah kenyataan bahwa ia merasa tidak ada lagi yang sama setelah pertemuan dengan Pak Anton, yang ternyata telah meninggal lebih dari seribu hari yang lalu.
Tomi, yang kini merasa seperti terjebak dalam sebuah mimpi buruk, berhenti di depan rumah nenek Dita. Ia menatap wajah Dita yang penuh kebingungan, tetapi ia tahu satu hal pasti: perjalanan ini lebih dari sekadar perjalanan fisik, dan sesuatu yang tidak bisa ia pahami telah terjadi. Demikianlah Misteri Nusantara – Seribu Hari Setelah Meninggal.
=== PREDIKSI HONGKONG HARI INI ===
Klik Disini, Daftar Platform Hongkong Aman dan Terpercaya Sejak 2014
Tinggalkan Balasan