Penumpang dari Dunia Lain

Awal Perjalanan di Malam yang Mencekam

Penumpang dari Dunia Lain Malam itu hujan turun dengan deras, udara dingin terasa menembus jaket tipisku. Namaku Arga, dan pada malam itu, sekitar pukul sepuluh, aku sedang dalam perjalanan dari tempat kerjaku menuju Surabaya untuk mengunjungi rumah nenek. Orang tuaku dan adikku telah lebih dahulu berangkat. Karena ada pekerjaan yang harus kuselesaikan, aku pun berangkat sendirian menaiki bus antar-kota.

Saat aku memasuki bus, tampak banyak penumpang yang duduk diam dalam kebisuan, seolah-olah mereka semua tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Udara di dalam bus terasa pengap dan anehnya, hawa dingin dari luar seolah tak mampu merasuk ke dalam sini.

Sosok Aneh di Sebelahku

Beruntung, aku mendapat tempat duduk di dekat jendela. Di sebelahku duduk seorang pemuda dengan wajah muram, mengenakan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya dan cincin di setiap jarinya. Ketika aku meminta izin untuk duduk, dia hanya mengangguk tanpa suara, menatap lurus ke depan. Ada sesuatu yang janggal pada dirinya, namun aku menepis rasa takut itu demi kenyamanan sepanjang perjalanan.

Penumpang dari Dunia Lain
Penumpang dari Dunia Lain

Aku pun memasang headset, mencoba mendengarkan musik dari pemutar mp3 agar tidak merasa tegang. Namun, tanpa sadar, aku tertidur di tengah perjalanan. Saat terbangun, kulihat jam tanganku menunjukkan pukul setengah dua belas malam, dan ketika memandang ke sekeliling, suasana dalam bus telah berubah drastis. Hanya aku, sopir, dan kondektur yang tersisa.

Mencari Jawaban di Tengah Kegelapan

Merasa heran dan sedikit takut, aku memutuskan untuk menghampiri kondektur yang sedang berdiri di dekat pintu depan bus.

“Permisi, Bang. Ke mana semua penumpang yang tadi?” tanyaku dengan nada penasaran.

Ia menjawab dengan ketus, “Ya pada turun lah, masing-masing di tempatnya.”

Aku hanya mengangguk, berusaha tidak menanggapi kekasarannya. Setelah itu, aku kembali ke tempat dudukku. Namun, sebelum sempat duduk, aku mendengar suara cekikikan pelan dari belakang, seolah ada seseorang yang sedang menertawakanku. Ketika aku menoleh, kursi-kursi kosong di belakang tampak lebih gelap, seperti ada bayangan yang duduk di sana, namun tidak terlihat jelas.

Pertemuan Aneh dengan Tukang Sate

Begitu bus tiba di tempat tujuanku, aku turun dengan perasaan lega bercampur bingung. Setelah melangkah keluar, aku melirik ke dalam bus melalui jendela, dan yang kulihat membuatku tercengang. Bus yang tadinya kosong, kini penuh dengan penumpang yang duduk diam dengan pandangan kosong. Kulihat sosok pemuda di sebelahku tadi juga ada di sana, menatap lurus ke arahku dengan senyuman yang tidak biasa.

Kujauhkan pandangan dan mencoba menepis pikiran aneh yang membuat bulu kudukku meremang. Aku kemudian berjalan menuju rumah nenek dengan perasaan aneh yang masih menggantung di pikiran.

ISOTOTO : Platform Game Online Terpercaya di Indonesia
ISOTOTO : Platform Game Online Terpercaya di Indonesia

Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan seorang pedagang sate pikul yang berjalan ke arahku sambil membunyikan kentongan. Meski samar karena penerangan yang minim, aku mengenali sosoknya — dia sangat mirip dengan pemuda yang duduk di sebelahku di bus tadi. Perutku yang lapar membuatku memutuskan untuk memanggilnya dan memesan beberapa tusuk sate.

Ketika ia mendekat, aku langsung memesan sepuluh tusuk sate lengkap dengan lontong. Selagi menunggu, aku memperhatikan wajahnya lebih dekat. Tatapannya tetap kosong, pandangan matanya tertunduk, dan senyumnya tipis. Ketika ia mulai membakar satenya, aku merasakan hawa dingin menyergapku, seolah ada sesuatu yang tidak beres.

Penampakan yang Mengerikan

Saat dia mempersiapkan sate, aku menyadari keanehan. Yang dibakarnya bukanlah daging sate biasa, melainkan jarinya sendiri. Dengan tenang, ia memotong-motong jari tangan dan membakarnya di atas bara api. Seketika, tubuhku terasa kaku dan ketakutan melandaku. Ingin rasanya aku berlari, namun tubuhku terasa seperti terpaku di tempat.

Perlahan, dia menoleh ke arahku dengan tatapan tajam. Wajahnya yang hangus dan menghitam kini terpampang jelas di hadapanku, dan dia menyeringai menampakkan giginya yang penuh luka. Tanpa basa-basi lagi, aku segera berbalik dan berlari ke arah rumah nenek dengan sisa tenaga yang kupunya. Hanya suara cekikikan dari arah belakang yang terdengar, menggema di antara jalanan sepi.

Begitu tiba di rumah nenek, aku terengah-engah, dan seisi rumah langsung menyambutku dengan tatapan khawatir. Aku pun menceritakan semua kejadian aneh yang kualami, mulai dari keanehan di bus hingga pertemuan dengan penjual sate yang menyeramkan itu. Wajah mereka tampak heran dan khawatir.

“Kamu naik bus di mana, Arga?” tanya ayahku dengan nada bingung. “Jalur itu sudah lama ditutup karena dianggap rawan, tidak mungkin ada bus yang beroperasi lewat sana.”

Mereka juga mengatakan bahwa sejak tadi berusaha menghubungiku untuk memastikan aku baik-baik saja, tetapi tak ada jawaban. Ketika kulihat ponselku, ternyata tidak ada sinyal sejak tadi. Aku pun teringat akan karcis bus yang kusimpan. Namun, ketika kutunjukkan, karcis itu telah berubah menjadi selembar daun kering.

Kebenaran yang Mengerikan

Keesokan harinya, aku membaca berita di koran mengenai kecelakaan bus yang terguling dan menabrak pohon pada pukul delapan malam di jalan yang sama tempatku turun. Berita itu menyebutkan bahwa seluruh penumpang bus meninggal dunia, kecuali sopir dan kondektur. Kecelakaan tersebut terjadi karena jalan licin dan sopir yang mengantuk, menyebabkan bus hilang kendali.

Mendengar berita itu, aku mulai memahami kejadian aneh yang kualami. Namun, pertanyaan besar masih membekas dalam benakku: siapa sebenarnya pemuda yang duduk di sebelahku dan penjual sate pikul yang kutemui malam itu? Apakah dia hantu penumpang bus yang ingin menyampaikan pesan atau sekadar menakutiku? Hingga saat ini, aku belum menemukan jawaban, dan ingatan tentang pertemuan itu masih menghantui setiap langkahku.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *