Latar Belakang Hidup Aisyah yang Sarat Cobaan
Kesaksian Mati Suri : Perjalanan Spiritual Aisyah Zahra di Alam Lain , Ini adalah kisah nyata yang membawa banyak pelajaran bagi semua orang. Aisyah Zahra, seorang wanita berusia sekitar 25 tahun dari Palembang, mengalami mati suri pada 24 Agustus 2006. Dalam kondisi itu, ia merasa seolah nyawanya dicabut dan mengisahkan apa yang dilihatnya di alam yang berbeda. Sebelum Aisyah berbicara, pamannya, Hasan Effendi, memperkenalkan latar belakang hidup Aisyah yang penuh cobaan.
Sejak kecil, Aisyah sudah yatim dan hidup dalam keluarga sederhana. Cobaan pertamanya datang di usia tujuh tahun saat ia mengalami kecelakaan kebakaran. Tubuhnya terbakar dan membutuhkan dua operasi besar. Di SMA, ia menderita keracunan setelah tidak sengaja termakan racun, dan sakitnya bertahan hingga tiga tahun. Ketika menginjak usia 20, Aisyah terkena penyakit gondok yang menyebabkan komplikasi pada jantung dan penglihatannya. Akhirnya, pada Jumat, 24 Agustus 2006, Aisyah pergi ke rumah sakit di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Malam yang Menjadi Titik Balik
Setelah memeriksa, dokter menyatakan bahwa kondisi gondoknya sangat kritis, tetapi ia belum bisa dioperasi karena risiko pendarahan yang tinggi. Di malam hari, tubuhnya menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Pamannya segera membawanya kembali ke rumah sakit sekitar pukul 12 malam. Di sana, dokter segera memeriksanya di ruang gawat darurat (UGD) karena jantungnya lemah dan napasnya tersengal. Akhirnya, Aisyah dipindahkan ke ruang perawatan intensif.
Saat berada di ruang perawatan, Aisyah terlihat seolah menghadapi sakaratul maut. Pamannya membimbingnya untuk mengucapkan kalimat syahadat di saat-saat terakhir. Tampak Aisyah seakan menghembuskan napas terakhirnya.
Menembus Alam Barzah
Aisyah kemudian berbicara tentang pengalamannya. Ia memulai kesaksiannya dengan mengingatkan bahwa kematian pasti datang kepada semua makhluk. Aisyah mengajak hadirin untuk selalu mempersiapkan amal baik, iman, dan ketakwaan sebelum ajal tiba. “Saya telah merasakan kematian itu sendiri,” katanya. Semua hadirin terdiam, terkejut oleh ungkapan perasaan Aisyah.
Ia kemudian menggambarkan sakitnya saat nyawa dicabut. Menurutnya, rasanya bahkan lebih sakit dari dikuliti hidup-hidup. Malaikat mulai mencabut nyawanya dari kaki kanannya. Dengan suara lirih, Aisyah menggambarkan betapa ia tetap melafalkan kalimat zikir hingga akhir. “Sungguh sakitnya tak terbayangkan,” katanya, membuat para hadirin merasa ngeri.
Setelah nyawanya tercabut, Aisyah merasakan ruhnya berdiri di dekat jasadnya yang terbujur kaku. Ia menyaksikan dokter, perawat, dan pamannya yang menangis di sekelilingnya. Dua sosok malaikat besar berpakaian putih kemudian mendekatinya dan memberi salam dengan suara yang menggetarkan.
Pertanyaan Malaikat dan Perjalanan di Alam Kematian
Malaikat itu bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Di mana kiblatmu? Siapa orang tuamu?” Aisyah menjawab dengan tenang. Setelah itu, mereka membawanya ke alam barzah yang sangat sunyi. Di sana, ia melihat sosok buruk rupa, berbau busuk, penuh kudis, dan berbulu lebat yang ternyata adalah perwujudan dari amal buruk manusia.
Aisyah lalu menyampaikan peringatan kepada para hadirin agar selalu ingat pada kematian dan segera bertaubat. Ia juga menyampaikan kesaksian tentang orang-orang yang disiksa di alam barzah. Seorang lelaki tampak memikul besi berat dengan tangan terantai dan wajah penuh luka sebagai hukuman karena ia sering membunuh di dunia. Ia juga melihat sosok lain yang tubuhnya tercabik-cabik sebagai hukuman bagi mereka yang meninggalkan salat. Sosok-sosok lain yang berdosa karena berzina juga dihujam dengan besi.
Melihat Cahaya Husnul Khatimah
Dalam perjalanannya, Aisyah memasuki sebuah tempat gelap. Di sana, ia mendengar suara tasbih dan takbir yang menggema. Tiba-tiba, ia merasa tasbih berbutir 99 melilit lehernya, dan kilauan emas memenuhi sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa Aisyah mendapatkan akhir hayat yang baik, atau husnul khatimah. Ia juga merasakan kehadiran Masjid Nabawi dan makam Nabi Muhammad SAW yang bercahaya, tempat ia mendengar suara memanggilnya untuk bersujud di hadapan Allah.
Pesan dan Peringatan untuk Semua Orang
Perjalanan Aisyah berlanjut hingga ia tiba di lapangan luas yang penuh dengan miliaran manusia dari berbagai zaman. Mereka memohon agar kiamat segera datang, tidak tahan menanggung penderitaan yang mereka alami. Mereka terus memohon agar dapat kembali ke dunia untuk memperbaiki amalnya.
Aisyah menutup kesaksiannya dengan rasa syukur yang mendalam, karena Allah memberinya kesempatan untuk kembali hidup dan memperbaiki amalnya. “Hidup ini sementara,” katanya. “Hanya amal dan hati yang bersih yang akan membawa kita menuju hadapan Ilahi.”
Tinggalkan Balasan