Misteri Nusantara – Horornya Menelpon Nomor Sendiri Terkadang, gangguan telepon bisa menjadi hal biasa. Salah sambung atau jaringan yang bermasalah sering terjadi. Namun, apa jadinya jika gangguan itu membawa teror? Ini adalah kisah nyata yang dialami teman baikku, Lila, yang tidak akan pernah kulupakan.
Iseng Menelepon Diri Sendiri
Malam itu, sekitar jam 11 malam, Lila sedang bosan di rumah. Ia memiliki kebiasaan iseng yang aneh: mencoba menelepon nomor telepon rumahnya sendiri. Awalnya, panggilan pertama tidak terhubung. Namun, karena rasa penasaran, ia mencoba lagi. Ajaibnya, percobaan kedua tersambung.
“Hallo?” Lila memberanikan diri untuk bicara, namun yang ia dengar justru suara aneh—seperti gaung di dalam gua disertai tetesan air. Merasa ketakutan, Lila langsung menutup telepon.
Keesokan harinya di sekolah, Lila bercerita kepadaku.
“Serius deh, Mel. Suaranya aneh banget, kayak di gua gitu!” ucap Lila dengan wajah pucat.
Aku, yang mendengar ceritanya, hanya tertawa. “Kamu pasti cuma kebanyakan nonton film horor!” jawabku tidak percaya.
Namun, kejadian itu hanyalah awal dari teror panjang.
Panggilan Misterius yang Menyebut Nama
Malam berikutnya, tepat jam 11 malam, telepon di rumah Lila berdering lagi. Dengan perasaan takut, ia tetap mengangkatnya. Suara dari seberang membuatnya nyaris pingsan.
“Lila…” ucap suara itu dengan nada pelan dan menyeramkan. Yang lebih membuatnya merinding, suara tersebut mirip dengan suaranya sendiri!
Lila buru-buru menutup telepon dan mengunci pintu kamarnya. Esok paginya, saat ia bertemu denganku di kantin sekolah, wajahnya jauh lebih pucat dari kemarin.
“Kamu kenapa, Lil? Sakit?” tanyaku khawatir.
Dengan suara bergetar, ia menjawab, “Semalam ada yang nelepon… Suaranya aku sendiri, Mel! Dan… orang itu menyebut namaku!”
Aku terdiam, mulai percaya bahwa ini bukan sekadar lelucon. “Kalau ada apa-apa, telepon aku aja. Jangan sendirian!” ucapku menenangkan.
Malam Mencekam di Rumah Lila
Karena ketakutan yang makin menjadi, aku memutuskan untuk menginap di rumah Lila malam itu. Tepat jam 11 malam, telepon rumahnya kembali berdering.
“Mel, tolong kamu aja yang angkat!” pinta Lila sambil memegang lenganku erat.
KRING… KRING…
Jantungku berdebar. Meski takut, aku memberanikan diri mengangkat telepon itu.
“Hallo?” tanyaku ragu.
Suara gaung dari gua yang sama terdengar lagi, disertai suara tetesan air. Namun kali ini, ada suara lain yang berkata, “Jangan ikut campur urusan ini!”. Di belakang, terdengar suara keramaian, seperti banyak orang berbicara. Namun, yang membuat bulu kudukku meremang, aku mengenali suara itu. Itu adalah suara Lila!
Aku buru-buru menutup telepon dan memandang Lila dengan wajah panik.
“Ada apa, Mel? Siapa yang ngomong?” tanyanya ketakutan.
“Lila… itu suaramu!” jawabku nyaris menangis.
Kami berdua memutuskan meninggalkan rumah dan pergi ke minimarket terdekat, duduk hingga pagi.
Pertarungan dengan Arwah di Rumah Lila
Keesokan harinya, aku memanggil pacarku, Andri, yang mengenal seorang paranormal. Bersama seorang pria berumur 30-an bernama Pak Surya, kami kembali ke rumah Lila. Begitu masuk, Pak Surya langsung menunjuk telepon rumah itu.
“Benda ini sangat berbahaya,” ujarnya tegas, membuat kami semua merinding.
Ia meminta kami berkumpul di dalam kamar dan memberi peringatan keras.
“Jangan keluar dari kamar sampai matahari terbit! Apa pun yang terjadi di luar, jangan pernah buka pintu!”
Malam itu, kami berempat—aku, Lila, Andri, dan teman Andri—berada di dalam kamar. Tepat jam 11 malam, kejadian mengerikan terjadi. Lila tiba-tiba mulai bergetar hebat, meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti.
“Biarkan aku keluar… Mereka memanggilku!” teriaknya dengan suara yang bukan miliknya.
Kami bertiga berusaha menahannya, tetapi tenaga Lila luar biasa kuat. Akhirnya, kami mengikatnya dengan seprai kasur.
Di luar, suara gaduh terdengar. Seperti ada puluhan orang berteriak dan menggedor-gedor rumah. Semuanya semakin parah menjelang jam 2 dini hari, ketika suara gemuruh terasa seperti gempa. Tepat jam 4 pagi, suara ledakan keras terdengar. Setelah itu, suasana langsung sunyi senyap.
Akhir dari Teror Telepon
Saat matahari mulai terbit, Pak Surya mengetuk pintu kamar. “Kalian sudah boleh keluar,” katanya.
Begitu keluar, kami semua terkejut. Rumah Lila seperti habis diamuk badai. Barang-barang berantakan dan telepon rumahnya hancur berkeping-keping, hanya tersisa serpihan kecil.
Pak Surya menyerahkan segelas air putih kepadaku. “Suruh temanmu minum ini sampai habis. Semuanya sudah selesai,” ujarnya.
Aku penasaran dan bertanya, “Apa sebenarnya yang terjadi, Pak?”
Namun Pak Surya hanya berkata singkat, “Lebih baik kamu tidak tahu.”
Belakangan, aku mendengar dari Andri bahwa arwah yang mengganggu Lila bukan hanya satu, melainkan ada puluhan. Mereka memanfaatkan telepon sebagai media untuk menghantui.
Lila jatuh sakit selama seminggu setelah kejadian itu, tetapi untungnya ia sembuh dan kembali normal. Sejak saat itu, kami berdua tidak pernah berani main-main dengan telepon, terutama jam 11 malam.
Tinggalkan Balasan