Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, tersebar kisah mengerikan tentang Gunung Angker yang menjulang tinggi. Penduduk desa percaya bahwa gunung tersebut dihuni oleh roh-roh jahat yang siap menelan siapa saja yang berani mendekat. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi di puncak gunung itu, tetapi setiap orang yang mencoba mendaki selalu menghilang tanpa jejak, dan suara-suara aneh sering terdengar di malam hari—seperti tangisan dan jeritan yang memecah kesunyian.
Peringatan yang Terlupakan
Suatu hari, sekelompok pendaki muda yang penasaran memutuskan untuk menguji kebenaran cerita-cerita tersebut. Mereka tidak percaya pada mitos, dan yakin bahwa Gunung Angker hanyalah sebuah cerita seram belaka. Dengan perbekalan yang cukup, mereka mulai mendaki gunung itu, mengabaikan peringatan dari para penduduk desa yang khawatir. Semakin mereka mendaki, semakin terasa udara dingin yang menusuk tulang, dan kabut mulai mengelilingi mereka, menyelimuti seluruh pemandangan.

Langkah yang Tak Terlihat
Pada pertengahan perjalanan, mereka mulai merasakan adanya kehadiran yang tidak terlihat—suara langkah kaki yang mengiringi mereka dari belakang. Salah satu pendaki, Ardi, berhenti dan menoleh, namun tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Teman-temannya tertawa, mencoba menganggapnya sebagai halusinasi karena kelelahan. Namun, ketegangan mulai terasa ketika mereka mulai mendaki lebih tinggi, dan suara-suara aneh mulai terdengar lebih jelas—suara bisikan yang datang dari dalam kabut. Tidak ada angin, tetapi daun-daun bergoyang seperti ada tangan yang menyentuhnya.
Kehadiran yang Mencekam
Mereka terus melanjutkan perjalanan, tetapi semakin lama mereka mendaki, semakin terasa sesuatu yang aneh. Ardi, yang berjalan di depan, mendengar suara langkah kaki yang lebih cepat mengikuti langkahnya, namun saat ia menoleh, hanya ada kabut tebal. Tiba-tiba, dari dalam kabut, muncul sebuah bayangan hitam yang melayang di udara, bergerak cepat mengarah ke mereka. Tanpa bisa berkata-kata, mereka berlari ketakutan, namun bayangan itu seolah-olah mengikuti mereka. Teriakan dan jeritan melengking mulai terdengar, semakin mendekat, seolah-olah suara itu berasal dari dalam tanah.

Roh yang Terperangkap
Saat mereka mencapai puncak gunung, mereka disambut oleh pemandangan yang menakutkan—sebuah kuil tua yang terbengkalai, tertutup oleh akar-akarnya yang besar. Pintu kuil itu terbuka dengan sendirinya, dan mereka merasa seperti ada yang memanggil mereka untuk masuk. Ardi yang penasaran melangkah maju, diikuti oleh teman-temannya. Begitu mereka masuk, mereka melihat patung-patung mengerikan yang berdiri diam, dengan mata kosong yang seolah mengawasi setiap gerakan mereka. Di tengah ruangan, ada sebuah batu besar yang terukir simbol-simbol kuno yang tidak mereka mengerti. Tiba-tiba, dari dalam batu itu keluar cahaya merah, dan sebuah suara serak bergema, “Kalian telah datang untuk menebus dosa kami.”
Hilang Tanpa Jejak
Pagi harinya, penduduk desa melihat kabut tebal yang masih menyelimuti puncak Gunung Angker. Namun, sekelompok pendaki itu tidak pernah kembali. Tidak ada jejak, hanya sisa-sisa peralatan yang tertinggal di sepanjang jalan setapak. Desa itu kini semakin jauh dari kehidupan, karena tak ada yang berani mendekati gunung itu lagi. Gunung Angker tetap berdiri dengan keheningannya, menunggu jiwa-jiwa berikutnya yang berani menggali misteri kelam yang ada di puncaknya.

Tinggalkan Balasan