Misteri Nusantara – Dikafani Kain Kafan Hitam Di sebuah desa yang terletak jauh di pinggiran kota, hiduplah seorang nenek bernama Siti. Nenek Siti, yang tinggal sebatang kara, menempati sebuah gubuk kecil yang terletak di ujung desa, tepat di tepi sawah yang luas dan sunyi. Meskipun usianya yang sudah sangat lanjut, nenek Siti tidak pernah mengeluh atau meminta bantuan dari siapa pun. Dengan segenap tenaga yang tersisa, ia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti mencari kayu bakar, memetik sayuran liar, atau mencuci pakaian milik warga dengan bayaran yang sangat sedikit.
Usia yang Meninggalkan Kekuatan
Namun, seiring bertambahnya usia, tubuh nenek Siti semakin melemah. Tenaganya yang dulu kuat untuk bekerja keras kini mulai berkurang, dan penyakit pun datang tanpa henti. Meskipun demikian, tidak ada seorang pun di desa yang peduli. Bahkan, warga desa tidak tahu pasti mengapa nenek Siti hidup sendirian tanpa bantuan. Seakan-akan, ia menjadi tidak terlihat di mata mereka. Bahkan untuk membeli obat atau bahan makanan, nenek Siti harus berjuang sendiri. Akhirnya, setelah beberapa waktu, nenek Siti menghembuskan nafas terakhirnya dalam kesunyian, tanpa seorang pun di sisinya. Gubuk reyot itulah satu-satunya yang menemaninya hingga akhir hayatnya.
Penguburan yang Terlupakan
Setelah meninggalnya nenek Siti, barulah warga desa menyadari bahwa ia telah tiada. Sebagai umat Muslim, sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk mengurus jenazahnya dengan cara yang layak. Namun, ketika hendak mengkafani jenazah nenek Siti, tidak ada seorang pun di desa yang memiliki kain kafan. Dengan alasan waktu yang sudah terlambat dan jarak ke kota yang terlalu jauh, mereka memutuskan untuk membalut jenazah nenek Siti dengan kain seadanya—kain hitam yang sangat tidak pantas bagi seorang jenazah. Tanpa menyadari kesalahan ini, mereka menguburkan nenek Siti dengan cara yang kurang layak. Ironisnya, mereka tidak menyadari bahwa perbuatan mereka akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Teror Malam Hari
Beberapa hari setelah pemakaman, teror mulai mengganggu ketenangan desa. Suara aneh terdengar dari sumur di rumah Bu Lina, salah seorang warga yang tidak jauh dari tempat tinggal nenek Siti. Setiap tengah malam, terdengar suara seperti orang yang sedang mencuci pakaian sambil menyanyikan lagu dengan nada yang sedih, berulang-ulang.
“Nyeseuh lawon hideung hoyong jadi bodas…” (Nyuci kain hitam ingin jadi putih…)
Suara itu terdengar begitu jelas dari belakang rumah Bu Lina. Tentu saja, suara tersebut membuat Bu Lina dan suaminya, Pak Jaya, terbangun. Mereka merasa sangat terkejut dan penasaran dengan sumber suara itu. Setelah mencoba mendengarkan lebih seksama, mereka memutuskan untuk mencari tahu. Mereka mendekati pintu belakang yang mengarah ke sumur, dan di sanalah suara itu semakin keras terdengar.
Sosok yang Menyeramkan
Dari balik pintu yang sedikit terbuka, Pak Jaya dan Bu Lina mengintip dengan hati-hati. Betapa terkejutnya mereka saat melihat sosok nenek dengan rambut putih panjang yang terurai. Wajah nenek itu terlihat menyeramkan, dengan mata yang tajam penuh kebencian, seolah tahu bahwa mereka sedang mengintipnya. Wajahnya sangat jelas—itu adalah nenek Siti yang baru saja mereka kuburkan beberapa hari yang lalu. Seketika, ketakutan mereka pun memuncak.
Tanpa berpikir panjang, Pak Jaya dan Bu Lina lari ketakutan ke dalam rumah mereka, mengunci pintu, dan bersembunyi di bawah selimut. Kejadian itu menjadi pembicaraan heboh di desa, dan kabar tentang teror arwah nenek Siti menyebar dengan cepat.
Gangguan yang Semakin Meningkat
Setiap malam, arwah nenek Siti mengganggu warga desa dengan senandung yang sangat menyayat hati. Setiap kali suara itu terdengar, warga desa merasa ketakutan. Tak hanya di sekitar rumah Bu Lina, namun hampir di setiap sumur dan kamar mandi warga, arwah nenek Siti selalu datang, sambil menyanyikan lagu yang sama, “Nyeseuh lawon hideung hoyong jadi bodas…” yang seakan meminta agar kain kafan yang membalutnya diganti dengan yang layak.
Teror ini berlangsung hampir 40 malam lamanya. Warga desa yang ketakutan bahkan ada yang memilih untuk mengungsi ke desa tetangga, menjauh dari gangguan yang tak kunjung berhenti. Suasana di desa itu menjadi semakin mencekam, dan ketakutan menyelimuti setiap malam. Hal ini semakin memuncak ketika hampir semua rumah warga didatangi oleh arwah nenek Siti, meskipun mereka tinggal jauh dari kediaman nenek itu.
Mencari Solusi
Cerita tentang arwah nenek Siti akhirnya sampai ke telinga seorang pemuda alim yang baru saja keluar dari pondok pesantren. Secara kebetulan, ia mendengar cerita mengenai teror arwah nenek Siti dari obrolan orang-orang di kedai kopi. Dengan penuh rasa tanggung jawab, pemuda itu bersama beberapa santri memutuskan untuk datang ke desa tersebut guna menyelidiki kebenaran cerita yang beredar. Mereka juga bermaksud untuk meminta izin kepada warga setempat untuk membongkar kembali makam nenek Siti, dengan tujuan menggantikan kain kafannya yang tidak layak.
Pembongkaran Makam dan Perubahan yang Layak
Pada suatu hari yang tenang, mereka melakukan pembongkaran makam nenek Siti. Ketika peti jenazah dibuka, mereka menemukan tubuh nenek Siti yang masih utuh, seakan sedang tidur lelap dengan kain hitam yang membalutnya. Tanpa ragu, kain hitam itu digantikan dengan kain kafan putih bersih yang layak, sesuai dengan aturan agama. Semua yang hadir kemudian memanjatkan doa bersama untuk nenek Siti, agar arwahnya mendapat ketenangan.
Akhir dari Teror
Sejak saat itu, gangguan dari arwah nenek Siti berhenti. Tidak ada lagi suara sedih yang terdengar di malam hari, dan warga desa pun bisa tidur dengan tenang. Mereka menyadari bahwa perbuatan mereka yang kurang tepat dalam menguburkan nenek Siti telah menimbulkan masalah. Namun, setelah tindakan yang benar dilakukan, ketenangan kembali hadir di desa tersebut. Dengan demikian, peristiwa menegangkan itu akhirnya berakhir, dan desa kembali menjadi tempat yang damai. Demikianlah Misteri Nusantara – Dikafani Kain Kafan Hitam
=== PREDIKSI HONGKONG HARI INI ===
Klik Disini, Daftar Platform Hongkong Aman dan Terpercaya Sejak 2014
Tinggalkan Balasan