Bulan Madu Dengan Kuntilanak

Miseri Nusantara – Bulan Madu Dengan Kuntilanak Kisah mistis ini benar-benar terjadi di kota Stabat, menimpa seorang penarik bentor (becak bermotor) bernama Karto. Selama tujuh malam, dia berbulan madu dengan Kuntilanak. Lalu, apa yang terjadi…?

Kota Stabat, ibu kota Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, di penghujung bulan Mei terlihat sepi …

Kendaraan roda dua dan roda empat yang biasanya hilir mudik melintas di tengah kota malam itu tidak kelihatan. Sejak senja hingga larut malam, gerimis turun membasahi jalan raya. Mungkin karena itu, warga lebih memilih diam di rumah.

Malam itu, menurut penanggalan Jawa, adalah malam Jumat Kliwon. Malam yang diyakini angker karena sering terjadi peristiwa mistis. Namun, di zaman sekarang, malam keramat itu sudah tidak dianggap lagi angker. Lihat saja, para penarik bentor tetap saja mencari muatan tanpa memperdulikan keangkeran malam Jumat Kliwon.

Salah satu penarik bentor itu adalah Karto. Meskipun malam itu hujan gerimis tidak berhenti, dia terus mencari penumpang. Waktu baru menunjukkan pukul 23.15 malam, kota Stabat yang biasanya ramai menjadi sunyi seperti kota mati. Karto tetap setia menanti calon penumpang untuk bentornya.

Bulan Madu Dengan Kuntilanak
Bulan Madu Dengan Kuntilanak

Sebuah bus jurusan Banda Aceh-Medan berhenti. Seorang perempuan memakai baju kuning turun dari bus. Sambil menenteng payung di tangannya, wanita itu berdiri di pinggir jalan menanti kendaraan umum yang lewat. Lalu, dia melambaikan tangannya ke arah Karto. Bergegas Karto menyalakan bentornya dan segera menghampiri wanita itu. Dalam hati, Karto kegirangan, sebab jarang sekali dia mendapatkan penumpang perempuan cantik seperti malam ini.

“Becak, Bang…?” ujar wanita itu dengan suara lembut …

Karto tidak sempat menyahut sebab mulutnya seperti terkunci melihat betapa cantiknya perempuan calon penumpangnya itu. Wanita itu pun naik ke atas bentor. Rok pendek yang dipakai wanita itu tersingkap secara tak sengaja, memperlihatkan paha putih mulusnya, membuat darah Karto tersirap ke ubun-ubun. Berulang kali Karto harus menelan air liurnya.

“Kemana tujuannya, Dik?” tanya Karto sambil menahan gejolak dalam dadanya.

“Ke Desa Ulat Berayun,” jawab si wanita.

Karto segera menggeber gas dan menuju alamat yang disebutkan. Tapi anehnya, baru sekitar 15 menit Karto memacu bentornya, tiba-tiba dia merasa sudah berada di tempat yang sangat asing baginya. Ya, Karto seperti memasuki kota metropolitan yang sangat megah. Kendaraan mewah hilir mudik, dan perempuan-perempuan cantik keluar masuk plaza.

Seingat Karto, tidak ada plaza-plaza yang mewah seperti itu, bahkan mobil-mobil yang hilir mudik tampak sangat asing di matanya.

“Rumahnya masih jauh, Dik?” tanya Karto sambil terus memikirkan keganjilan yang dihadapinya.
“Di ujung jalan sana, Bang,” jawab wanita itu dengan suara lembut dan manja.

“Berhenti, Bang!” cetusnya lagi …

Karto menghentikan bentornya di depan rumah megah bagaikan sebuah istana. Halamannya luas, ditumbuhi rumput hijau dan bunga aneka warna. Bagian teras rumah itu dihiasi lampu kristal yang sangat mewah.

“Singgah ya, Bang. Nanti aku bikinin bandrek susu,” ajak wanita itu ramah.

Karto tidak dapat menolak ajakan itu, sebab wanita itu sudah bergelayut di pundaknya. Kebetulan udara sangat dingin; minum bandrek susu pasti dapat menghangatkan badan. Di samping itu, jarang sekali dia mendapatkan tawaran sebaik ini dari seorang penumpang, apalagi dari gadis yang cantiknya selangit. Begitulah bisik batin Karto.

Sementara Karto masih sibuk mengendalikan perasaannya, wanita itu membuka pintu depan rumahnya. Pemilik rumah mempersilakan Karto duduk di ruang tamu yang tertata rapi.

“Duduk sebentar ya, Bang. Aku ke dapur dulu menyiapkan minuman buat Abang,” kata si wanita.

Suaranya sangat lembut dan manja.

Karto hanya bisa mengangguk. Dia terus terkagum-kagum melihat perabotan dalam rumah yang serba mewah dan megah itu. Pastilah gadis ini anak orang kaya, karena rumahnya saja bagaikan istana raja, bisik Karto dalam hati.

Pria beranak satu ini lebih kagum lagi saat dia menatap perempuan pemilik rumah datang membawa dua gelas minuman dan telah berganti baju setengah telanjang. Lekuk tubuhnya terlihat nyata di mata Karto; perempuan itu hanya tersenyum menggoda.

Ketika menyuguhkan gelas berisi bandrek susu, Karto dapat melihat dengan leluasa dua bukit kembar yang tegak berdiri runcing di dadanya yang montok. Perempuan itu, lagi-lagi hanya tersenyum menggoda.

“Malam ini Abang menginap di rumahku saja ya? Aku takut sendirian di rumah, Bang,” rengeknya manja.

“Kedua orang tuamu ke mana?” tanya Karto agak gugup …

“Sudah meninggal dunia, Bang. Ayah meninggal karena kecelakaan lalu lintas, dan Ibu meninggal karena bunuh diri,” cerita perempuan itu.

“Ooooh…” Karto melongo.

Sampai akhirnya perempuan itu bersandar di pundaknya. Kemudian, jari-jemarinya yang lembut menyusuri pusat-pusat birahi di tubuh Karto. Karto pun tidak kuasa untuk tidak membalas sentuhan itu. Bahkan, Karto melakukannya lebih agresif. Syahwatnya pun menuju puncak.

“Bang, kita melakukannya di dalam kamar saja ya,” ajak si perempuan sambil melepaskan dekapannya.

Karto hanya menurut saja.

“Gendong, Bang!” rengek perempuan itu manja.

Karto menuruti saja keinginannya. Tubuh sintal, padat, dan berisi itu dibopongnya.

“Kamarnya di mana?” tanya Karto.

“Nanti aku kasih tahu,” jawab perempuan itu.

Karto berjalan mengikuti perintah perempuan itu yang memintanya menuju ruangan di lantai dua. Ruangan di lantai dua ini lebih mewah lagi. Lalu menuju sebuah kamar. Di sana ada tempat tidur yang terbuat dari kayu jati pilihan, berukir burung rajawali yang sedang mengepakkan sayapnya. Cahaya kamar itu remang-remang. Bau aroma wangi memenuhi seluruh ruangan yang didesain untuk pasangan pengantin baru.

“Nama Adik siapa?” tanya Karto penasaran.

Begitu terpesonanya, sampai dia lupa menanyakan nama perempuan cantik yang mengajaknya bercinta.

“Sri Kunti,” jawab perempuan itu manja …

“Namaku Karto,” sahut Karto tanpa diminta mengenalkan dirinya.

Sempat terlintas dalam benak Karto kalau nama perempuan ini aneh, tidak seperti nama kebanyakan perempuan. Tapi, apa arti sebuah nama, bisik hatinya. Karto sudah tidak tahan ingin segera melepaskan nafsu birahinya.

“Jangan buru-buru, Bang. Sabar sebentar,” pinta Sri Kunti.

“Aku sudah tidak tahan!” kata Karto.

“Tapi kita harus menikah dulu,” ujar Sri Kunti.

“Siapa yang akan menikahkan kita?” tanya Karto sedikit heran.

“Itu orangnya!” Sri Kunti menunjuk ruangan tengah rumahnya dari lantai dua.

Aneh, ruangan itu sudah ramai orang berkumpul. Mereka semua memakai baju bagus, layaknya akan menghadiri resepsi pernikahan. Ketika Karto masih kebingungan, Sri Kunti langsung berjalan menggandeng tangan Karto. Karto melihat Sri Kunti mengenakan busana pengantin berwarna putih yang telah berubah. Padahal sebelumnya, Sri Kunti mengenakan baju yang transparan.

“Ah, aneh sekali! Mengapa bisa begitu cepat?” Keraguan ini sempat terlintas di pikiran Karto. Namun entah mengapa, dia kemudian tidak mempersoalkannya. Karto sendiri makin bertambah bingung, sebab dirinya juga telah memakai jas berwarna hitam dan memakai dasi. Padahal sebelumnya, dia berpakaian lusuh dengan jeans belel kesayangannya.

Akhirnya, mereka berdua menghadap penghulu yang akan menikahkannya …

Akad nikah yang Karto laksanakan tidak seperti pernikahan dengan istrinya yang setia menunggunya di rumah. Karto cukup hanya mengucapkan ikrar setia, setelah itu resmilah mereka sebagai pasangan suami istri.

Setelah resepsi pernikahan selesai, semua tamu yang datang sudah pulang. Kini tinggal mereka berdua di dalam rumah besar itu. Hujan gerimis berubah menjadi sangat deras. Udara dingin menusuk tulang, Karto membutuhkan kehangatan, Sri Kunti pun demikian sama membutuhkannya.

“Sekarang kita sudah resmi menjadi pasangan suami istri, silakan, Abang menikmati tubuhku,” kata Sri Kunti.

Sehelai demi sehelai kain pembalut tubuhnya dia buka, sehingga tampaklah pemandangan yang membuat seluruh tubuh dan terutama lutut Karto gemetar. Pasangan yang baru saja melangsungkan ikrar hidup berdua itu sudah tidak sabar menikmati malam pertamanya.

Tubuh sintal itu dibaringkan di atas kasur empuk …

Permainan birahi segera mereka lakukan. Pasangan pengantin ini berpacu menuju puncak birahi. Tak ada lagi kata-kata yang terucap dari bibir keduanya. Masing-masing berkonsentrasi menuju finish, keduanya berlari sama-sama kencang dan sama-sama binal seperti kuda liar Sumbawa. Desah napas kenikmatan keduanya seirama dengan goyangan tubuh Sri Kunti.

Karto merasakan puncak kenikmatan yang tiada tara. Selama ini, setiap dia berhubungan dengan istrinya, selalu terasa hambar seperti kurang garam. Demikian pula ketika dia melakukannya dengan PSK, Karto merasakan biasa-biasa saja. Tapi pada malam ini, dia merasakan kenikmatan yang sungguh luar biasa. Biasanya, setelah dua kali Karto memuntahkan rudalnya, tubuh pasangannya lemas. Berbeda dengan Sri Kunti, meskipun permainan di atas ranjang sudah berlangsung selama hampir dua jam, stamina tubuhnya masih stabil.

Berbeda dengan Karto, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan permainan. Dia menyerah kalah.
“Ayo, lanjutkan lagi, Bang…!” pinta Sri Kunti, menantang.
“Aku sudah tidak sanggup, Sri…” jawab Karto menyerah.
“Biasanya Abang tidak pernah menyerah!” kata Sri Kunti.
“Kaulah perempuan satu-satunya yang dapat menaklukkanku. Kau hebat, Sri!” puji Karto.

Sri Kunti hanya tersenyum mendapat pujian ini …

“Kapan kita ulangi lagi, Bang?” tanya Sri Kunti manja.
“Besok malam!” jawab Karto tegas.
“Abang tidak pulang?” tanya Sri Kunti lagi.
“Untuk apa aku pulang? Istriku di rumah tidak dapat memberikan kepuasan. Berhubungan intim dengannya sama dengan memeluk bantal guling, tidak ada rasanya!” Karto mengeluh tentang istrinya yang usianya lima tahun lebih tua darinya.
“Malam sudah menjelang subuh, kita tidur ya, Bang!” bisik Sri Kunti manja.

Keduanya segera memejamkan mata. Karena tubuh mereka sudah sangat letih, sebentar saja mereka sudah terlelap tertidur pulas. Dan mereka melewatkan waktu yang sangat panjang dalam tidur itu.

Menjelang senja, Karto baru terbangun dari tidurnya. Lampu di dalam rumah sudah menyala semuanya. Sementara itu, Sri Kunti baru saja selesai mandi keramas. Rambutnya yang panjang hingga sepinggul masih terlihat basah. Tubuh Karto masih terasa lemah, seluruh sendi-sendi tulangnya terasa mau copot semua.
“Bang, mandi dulu. Aku sudah siapkan air hangat dan handuk di kamar mandi,” kata Sri Kunti.

Karto menuruti saja perintah Sri Kunti …

Dia segera mandi di sebuah kamar mandi yang mewah. Dia pun seperti mendapat durian runtuh, tinggal di rumah mewah dengan istri yang cantiknya selangit. Selepas mandi, di meja makan, Sri Kunti sudah menyiapkan hidangan santap malam. Mereka berdua pun menikmati makan malam.

Setelah selesai makan malam, Sri Kunti mengajak Karto ke taman yang ada di belakang rumah. Mereka berdua bercengkerama sambil bermain ayunan.
“Sri, permainannya kita lanjutkan di dalam rumah saja ya!” ajak Karto yang sudah tidak sabar ingin segera melampiaskan nafsu birahinya.

Sri Kunti pun mengangguk.
“Gendong, Bang!” rengek Sri Kunti manja.

Karto tidak dapat menolak permintaan Sri Kunti ini. Karto membawa Sri Kunti ke dalam kamar tidur. Mereka sudah mengganti kain sprei dengan yang baru. Tubuh Sri Kunti dia baringkan di atas kasur empuk. Mereka segera berlari ke puncak birahi. Permainan malam kedua ini lebih hebat dan lebih gila lagi. Mereka baru mengakhiri permainan ranjangnya menjelang subuh. Keduanya terkapar lemah, tidak berdaya. Mereka pun tertidur lelap.

Menjelang senja, lagi-lagi Karto baru terjaga dari tidurnya …

Demikian yang terjadi seterusnya. Setiap hari Karto hanya menjalani rutinitas seperti itu: bercinta sampai larut, tertidur pulas, dan baru terjaga ketika hari telah senja. Karto sama sekali tidak pernah mengetahui kehidupan di siang hari. Semua aktivitas hidup di dunia tempat Sri Kunti tinggal sepertinya hanya berlangsung pada malam hari. Daerah tempat Karto kini tinggal sepertinya hanya muncul menjelang senja hingga subuh, dan siang hari daerah itu tidak pernah ada.

Sudah lima hari Karto tidak pulang ke rumah. Istrinya menerima informasi bahwa malam Jumat kemarin, suaminya mengantarkan perempuan cantik. Setelah mengantarkan perempuan itu, Karto tidak pulang ke rumah. Istrinya sudah mencari Karto ke mana-mana, tapi tidak juga ditemukan. Karena takut terjadi apa-apa pada diri suaminya, istri Karto bahkan sudah melaporkan kasus kehilangannya kepada pihak kepolisian.

Klik Disini, Daftar Platform Game Online Aman dan Terpercaya Sejak 2014
Klik Disini, Daftar Platform Game Online Aman dan Terpercaya Sejak 2014

Beragam prediksi muncul akibat hilangnya Karto. Beberapa orang berpendapat bahwa perempuan yang diantarkan Karto mungkin anggota sindikat perampok. Namun, istri Karto tidak yakin suaminya dirampok. Nalurinya mengatakan, suaminya yang mata keranjang itu tengah bersenang-senang dengan perempuan yang diantarkannya. Sebab, beberapa tahun lalu, Karto pernah sampai tiga hari tidak pulang ke rumah setelah mengantarkan penumpang perempuan cantik. Ternyata, Karto tinggal serumah dengan perempuan itu.

Teman-teman yang satu profesi dengan Karto ada yang menyarankan agar meminta bantuan dukun untuk mengetahui di mana Karto berada. Saran itu dituruti istrinya. Istri Karto mendatangi rumah Mbah Katijo, dukun kampung yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, dengan ditemani adiknya.

“Suamimu sedang berbulan madu,” kata Mbah Katijo menjelaskan …

“Dengan siapa dia menikah, Mbah?” tanya istri Karto sambil menahan geram. Dalam hati, dia mengumpat habis-habisan suaminya. Padahal dulu Karto sudah bersumpah tidak akan lagi selingkuh, tapi kini dia ulangi lagi.

“Dia menikah dengan perempuan dari dunia lain,” kata Mbah Katijo.

“Siapa perempuan itu, Mbah?” tanya istri Karto penasaran.

“Dia bangsa kuntilanak,” jelas Mbah Katijo.

Mendengar Mbah Katijo menyebut nama kuntilanak, bulu romanya merinding. “Apakah suamiku masih bisa pulang, Mbah?” tanyanya sambil menahan tangis.

“Bisa, tapi sabarlah. Biasanya acara bulan madu bersama kuntilanak berlangsung tidak lebih dari tujuh hari,” kata Mbah Katijo menjelaskan.

“Berarti dua hari lagi suamiku baru pulang ke rumah?” tanya istri Karto.

“Ya,” jawab Mbah Katijo.

Memang aneh, memasuki malam ketujuh, Karto berpamitan pada Sri Kunti hendak pulang ke rumahnya …

Entah bagaimana, tiba-tiba Karto merasakan kerinduan teramat berat pada keluarganya, pada istrinya, juga pada anaknya yang masih berusia lima tahun.

“Sri, aku mau pulang ke rumah. Nanti aku kemari lagi!” kata Karto berjanji.

“Bukankah abang sudah berjanji ingin hidup bersamaku?” protes Sri Kunti mengingatkan.

“Tapi aku punya keluarga,” kata Karto.

Sri Kunti diam beberapa saat lamanya. Lalu, dengan tenang dia berkata, “Pulanglah, Bang. Keluarga abang di rumah pasti menunggu abang pulang.”

Sri Kunti melepas kepergian Karto dengan linangan air mata. Dia mengantarkannya hingga ke depan pekarangan rumah. Karto menyusuri jalan raya di dunia maya yang membingungkan itu. Aneh, ketika Karto tiba di persimpangan jalan, kota itu hilang secara misterius. Bensinnya habis, sehingga mesin bentor yang dikemudikannya mendadak mati.

Malam sudah menunjukkan pukul dua dini hari …

Suasana di sekitar begitu sepi. Di sebelah kiri jalan, Karto melihat hamparan kuburan umum. Bulu kuduk Karto berdiri, badannya mendadak lemas. Perkampungan warga sekitar satu kilometer lagi, Karto tidak sanggup mendorong bentornya. Tubuhnya sangat lemah. Akhirnya, Karto memutuskan tidur di dalam bentornya.

Pagi hari ketika dia terjaga dari tidur pulasnya, orang-orang ramai di sekelilingnya. Dia mencoba untuk bangkit dari bentornya, tapi usahanya sia-sia. Tubuhnya sangat lemah sehingga tidak dapat digerakkan. Teman-teman satu profesi yang kebetulan kenal dengannya akhirnya mengantarkan Karto pulang ke rumahnya.

Penampilan Karto berubah dari biasanya. Karto yang biasanya ceria kini berubah seperti orang bingung. Hari berikutnya, Mbah Katijo datang menemui Karto. Karto membenarkan semua yang diceritakan dukun kampung ini. Istri Karto mendengar cerita itu dengan emosi, dan api cemburunya tak dapat dipadamkan. Dia tidak sudi lagi menerima Karto karena sudah bersetubuh dengan makhluk halus.

Akhirnya, istrinya pergi beserta anaknya ke rumah orang tuanya. Tinggallah Karto seorang diri dalam keadaan lumpuh total. Kini, dia hidup dari belas kasihan orang-orang yang dekat dengannya. Demikianlah Misteri Nusantara – Bulan Madu Dengan Kuntilanak.

Klik Disini, Daftar Platform Hongkong Aman dan Terpercaya Sejak 2014


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *