Misteri Nusantara – Pesugihan Kain Kafan Inilah nasib manusia, hampir tak ada tempat yang tenang untuk berdiam di muka bumi ini. Bahkan sesudah meninggal pun masih saja ada manusia yang usil untuk mengganggunya. Mungkin pembaca masih ingat peristiwa beberapa tahun yang lalu di desa Pelumutan, Purbalingga. Sumanto dengan berani dan nekat mengusik ketenangan mayat nenek Rinah dengan mencuri tubuhnya untuk dimakan.

Lain lagi Parman, 40 tahun, (bukan nama sebenarnya), seorang nelayan warga desa Kawunganten, Cilacap.
Dia mengusik mayat seseorang dengan maksud hanya untuk mengambil kain kafan (mori) sebagai media pesugihan. Parman dengan tega mengambil satu-satunya barang si mayat yang dia bawa ke alam kuburnya, yaitu selembar kain mori/kafan. Beban hidup yang menghimpit keluarganya membuatnya nekat. Dia menempuh jalan yang sama seperti temannya yang sekarang menjadi kaya raya.
Berkat kenekatan dan keberaniannya mencuri kain kafan atau mori orang yang mati pada malam Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon, Parman berharap bisa memperoleh apa yang dia inginkan, sehingga bisa menjadi kaya raya dan tidak lagi mengontrak rumah mungil di perkampungan nelayan. Dia menganggap ritual ini paling mudah dan sederhana, karena jika berhasil mengambilnya, dia bisa meminta apa saja pada sosok mayat yang morinya dia ambil sebagai tebusan. Seperti petunjuk Badrun (bukan nama sebenarnya).
“Kenapa harus orang yang mati pada hari Jum’at atau Selasa Kliwon yang digunakan sebagai ritual pesugihan?” tanya penulis saat itu.
Menurutnya, ini sudah menjadi syarat ilmu kejawen dan ritual pesugihan kain mori yang dipercaya sejak dulu.
Berbulan-bulan Parman menunggu dan mengintai orang yang meninggal pada hari tersebut.
Dia sering menyelidiki dan mencari informasi secara diam-diam hingga ke kampung sebelah, berharap ada yang meninggal di hari yang dia inginkan agar bisa digunakan sebagai media ritualnya. Hingga akhirnya dia menemukan orang meninggal seperti yang diharapkannya itu.
“Beruntung sekali aku waktu itu, yang meninggal adalah seorang anak kecil. Sehingga aku bisa dan berani mengambil kain kafannya. Jika saja yang meninggal orang sudah dewasa, mungkin aku tak sanggup untuk mengambilnya. Karena si mayat tidak akan mungkin rela selimutnya (kain penghangat tidurnya) saya ambil. Dia akan mempertahankan kain mori itu, sehingga aku pun harus berkelahi dengannya di liang kubur,” cerita Parman mengawali kisahnya.
Memang benar, taruhannya nyawa untuk memperoleh dan merebut kain mori yang sedang dipakai oleh si mayat. Di samping harus waspada terhadap orang lain agar tidak diketahui, juga harus mati-matian dalam proses pengambilannya. Ketika menggali kuburan, tidak boleh menggunakan bantuan peralatan apa pun. Jadi harus menggunakan kedua tangan. Hal inilah yang harus diperhatikan, agar ritual tidak sia-sia. Kemudian setelah membuka tali pengikat mori, kita harus secepatnya untuk menarik kain mori tersebut menggunakan gigi. Seberapa pun yang kita dapatkan, itulah yang harus kita bawa pulang sebagai media pesugihan. Jadi kita tidak boleh mengambilnya berulang-ulang kali, cukup sekenanya saja. Beruntung jika kita bisa mendapatkan yang cukup lebar, sehingga kita bisa semakin kaya.
Menurut Parman, jika sang mayat sudah nampak (kelihatan), di sinilah kita harus berhati-hati.
Karena si mayat akan cepat menyerang kita dan mempertahankan kain mori yang digunakan untuk selimut baginya. Percaya atau tidak, setiap orang yang haus akan harta, dan melakukan ritual ini, pasti dia akan berkelahi dengan jasad orang tersebut. Di mana jasad mayat itu mungkin saja telah disusupi oleh roh jahat, sehingga tenaganya pun begitu kuat.
“Aku benar-benar tak menyangka kalau mayat itu memiliki tenaga yang berlipat ganda. Jauh lebih besar dari tenaga manusia pada umumnya. Walaupun yang aku ambil kain mori milik anak kecil, tapi tenaga dia seperti orang dewasa. Apalagi jika yang meninggal adalah orang dewasa, sudah pasti aku tak mampu untuk mengambilnya. Pantas saja banyak orang yang tak sanggup dan gagal melakukan ritual ini,” tuturnya kepada penulis.
Jika dia kalah dalam bertarung melawan si mayat, dia akan babak belur, bahkan tak jarang dia mengalami cacat tubuh akibat dipukuli oleh mayat dalam liang kubur. Parman saja mengalami luka memar dan biru-biru di sekujur tubuhnya. Oleh karena itu, tak jarang orang yang punya niat mengambil kain mori milik mayat hanya mendapatkan luka babak belur tanpa membawa hasil apa pun.
“Yang jadi masalah, kita harus konsentrasi bagaimana secepatnya bisa mengambil kain mori itu dan melepaskan diri dari dalam liang lahat. Jadi kita sama sekali tak bisa untuk melawannya,” ungkapnya kemudian.
Cerita Parman bisa dimaklumi, di samping menahan takut, dia juga harus menahan pukulan dari si mayat tersebut.
Hal ini berlangsung cukup lama, mengingat dalam penggalian serta cara mengambil mori itu hanya menggunakan tangan dan mulut. Karena menurut kepercayaan, tak diperbolehkan menggunakan peralatan. Jika telah mendapat kain mori itu, keberhasilan hidup di masa depan boleh dikatakan sudah di depan mata. Karena menurut Parman, kita bisa meminta apa saja nantinya pada si mayat yang telah kita ambil kain morinya itu.
Bagaimana cara menggunakan kain mori yang telah diambilnya dari kuburan sebagai sarana ritual pesugihan itu? Berikut cerita Parman membeberkan kepada penulis.
Tinggalkan Balasan