Misteri Nusantara – Seminggu Bersama Kakek Cerita ini terjadi bertahun-tahun lalu, saat aku baru berusia 10 tahun. Aku memiliki seorang kakek yang sangat menyayangiku. Aku adalah cucu pertama dari anaknya yang pertama juga. Waktu itu, aku tinggal di Jakarta, sedangkan kakekku tinggal di sebuah desa di pinggiran Bandung.
Kedatangan Tak Terduga
Suatu hari, kakek datang ke rumahku tanpa memberi kabar sebelumnya. Biasanya, beliau datang bersama adik dari ibuku, yang biasa dipanggil pamanku. Namun kali ini, hanya kakek yang datang seorang diri. Tanpa banyak bicara, kakek memberitahuku bahwa dia ingin mengajakku pergi berlibur ke Bali selama seminggu. Ibuku, yang selalu mempercayai keputusan kakek, mengizinkanku pergi bersama beliau.
Perjalanan ke Bali yang Tak Terlupakan
Keesokan harinya, aku dan kakek berangkat ke Bali dengan pesawat. Perjalanan berjalan lancar, dan aku sangat senang. Kakek memanjakanku selama di sana, membeli mainan untukku, mengajak makan di restoran mewah, dan menginap di hotel berbintang. Semua terasa sempurna, hingga aku merasa tidak ada yang bisa merusak kebahagiaan ini.
Namun, di balik kesenanganku, ada sesuatu yang tak biasa. Ibuku, yang saat itu di Jakarta, tidak sedikit pun curiga bahwa ayahnya sebenarnya sudah meninggal dunia. Baru sehari setelah keberangkatanku, ibuku mendapat telepon dari Bandung. “Ayahmu… dia sudah meninggal,” suara di telepon itu membuat ibuku terkejut setengah mati. “Lalu… siapa yang membawa anakku ke Bali kemarin?” teriak ibuku panik.
Pesan Terakhir Kakek
Selama di Bali, kakek memberiku pesan yang tak bisa aku lupakan. Satu hari, di sebuah taman yang sepi, kakek memandangku dengan serius. “Nak, jika suatu saat nanti kakek sudah tiada, janganlah kamu menangis. Jadilah anak yang baik, taat pada orang tua, dan selalu beribadah,” kata kakek dengan suara yang bergetar. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum, tidak memahami sepenuhnya apa yang dimaksud kakek.
Namun, kalimat itu terus terngiang di telingaku saat keesokan harinya kami harus pulang.
Kakek yang Tak Pernah Kembali
Setelah kami hampir tiba di rumah, kakek mendadak pamit. “Aku mau ke warung sebentar, nak,” katanya, meski aku tahu warung terdekat tak jauh dari rumah kami. Tapi anehnya, kakek tampak seperti orang yang tidak akan pernah kembali. Tertanya-tanya, aku hanya mengangguk.
Sesampainya di rumah, suasana tiba-tiba berubah mencekam. Ibuku, dengan wajah pucat dan air mata yang tak terbendung, berlari menghampiriku. “Nak, kamu… kamu pergi bersama arwah kakek,” tangis ibuku. Aku terkejut, bingung. “Apa maksud ibu?” tanyaku dengan nada kebingungan. Ibuku kemudian menjelaskan bahwa kakek telah meninggal seminggu yang lalu, sebelum aku berangkat ke Bali.
Arwah Kakek yang Mengunjungi
Saat itu, aku merasa ada yang janggal. Aku baru saja berada di Bali bersama kakek, berbicara dengannya, dan bahkan menerima pesan terakhirnya. Namun kini, semua itu terasa begitu jauh. Aku menyadari, kakek mungkin datang untuk memberiku pesan terakhir sebelum meninggalkan dunia ini.
Tanpa sadar, air mata mulai mengalir. Aku mengingat pesan kakek untuk tidak menangis, namun aku tak bisa menahan perasaan kehilangan yang mendalam.
Tinggalkan Balasan