Misteri Nusantara – Petaka Tumbal Pesugihan Namaku Rian. Kisah ini terjadi pada keluargaku sendiri. Semuanya berawal ketika orang tuaku menjodohkan kakak perempuanku, Rianty, secara paksa dengan seorang pria kaya bernama Alimudin. Menurutku, Alimudin lebih pantas menjadi ayahnya Rianty daripada suaminya. Dia sudah memiliki tiga istri dan banyak anak.
Awalnya, Rianty menolak perjodohan itu karena sudah memiliki kekasih.
Dia bahkan sempat beberapa kali minggat dari rumah, tetapi entah bagaimana, Alimudin selalu berhasil menemukan keberadaannya. Akhirnya, Rianty menyerah dan dengan terpaksa menerima perjodohan itu. Sebagai adiknya, aku merasa sangat sedih melihat kakakku menjadi korban pernikahan yang dipaksakan.
Setelah menikah, Rianty menjadi istri keempat Alimudin. Dia dibawa ke sebuah rumah besar yang telah disiapkan khusus untuknya. Rumah itu sangat besar dan terasa kosong jika hanya ditinggali oleh kakakku dan pembantunya. Karena itu, kakakku memintaku untuk tinggal bersamanya. Kebetulan, jarak rumah itu cukup dekat dengan kampusku. Selain itu, aku juga diberitahu bahwa Alimudin memiliki seorang anak gadis dari istri pertamanya, yang ternyata satu kampus denganku. Namanya Santi.
Santi adalah gadis yang baik, soleh, dan rendah hati. Sejak aku tinggal di rumah kakakku, Santi sering datang berkunjung ke rumah ibu tirinya, yang tak lain adalah kakakku. Hubungan kami pun menjadi cukup akrab. Namun, hal-hal aneh mulai terjadi di rumah itu.
Pada suatu malam, tepatnya malam Selasa, aku melihat si mbok membawa sesajen ke lantai tiga. Sesajen itu terdiri dari kelapa muda, kemenyan, rokok, bunga-bungaan, dan barang-barang lainnya. Ketika si mbok turun, aku bertanya kenapa dia membawa sesajen itu. Dia hanya menjawab, “Saya cuma disuruh sama tuan, den. Saya juga tidak tahu!”
Malam itu, aku mendengar suara-suara ramai dan menyeramkan dari lantai tiga.
Rasa penasaran membawaku melangkah ke arah anak tangga dengan pandangan tertuju ke atas. Betapa terkejutnya aku saat melihat bayangan-bayangan makhluk halus sedang bersenang-senang di sana. Di antara mereka, ada sesosok makhluk tinggi besar bertanduk yang terlihat begitu menakutkan. Tubuhku langsung gemetar, dan aku segera berlari kembali ke kamar.
Namun, meskipun sudah bersembunyi di dalam kamar, suara-suara gaduh dari lantai tiga tetap terdengar. Malam itu menjadi malam yang panjang karena aku tidak bisa memejamkan mata sedikit pun.
Keesokan paginya, aku mencoba bertanya pada kakakku, Rianty, apakah dia mendengar suara-suara aneh dari lantai tiga tadi malam. Tapi Rianty hanya menggelengkan kepala dan berkata bahwa aku mungkin sedang berhalusinasi.
Pernah aku disuruh pergi mengantar berkas-berkas perusahaan kakak iparku, Alimudin, ke pabrik gula terbesarnya di malam hari, dengan melewati berpuluh-puluh hektar kebun tebu. Di perjalanan, tepat di area kanan kiri kebun tebu yang gelap, motorku tiba-tiba mati, dan tidak ada orang yang lewat satu pun. Aku berusaha menghidupkan kembali motorku, namun tak hidup sama sekali, hingga aku memutuskan untuk mendorongnya. Rasa takut dan hawa aneh mulai menyergapku, namun aku berusaha untuk selalu berpikir positif. Tapi ternyata usahaku sia-sia, di waktu hening seperti itu tiba-tiba sesuatu yang besar berlari-lari dari arah semak pohon tebu dan terlihat pas lewat di hadapanku.
Sosok itu seperti seekor sapi putih namun tak berkepala!
Karena kaget yang luar biasa, aku jatuh pingsan. Dan saat aku sadar, aku sudah berada di pabrik pada pagi harinya. Setelah itu, malamnya seorang anak Alimudin dari istrinya yang kedua meninggal dunia. Sejak saat itu, aku merasa curiga atas keanehan demi keanehan ini. Apalagi Santi sering bilang padaku bahwa kakaknya sudah lima kali meninggal. Bahkan Santi pun pernah bilang, dia sering mimpi diterkam makhluk halus yang menyeramkan jika dia tengah tertidur.
Pada suatu hari, Alimudin membawa kakakku, Rianty, untuk mendampinginya dinas selama tiga bulan di luar kota. Tepat waktu itu, Rianty tengah hamil empat bulan. Jujur, aku dan Santi diam-diam berpacaran. Di kala saat seperti inilah, Santi sering main di rumah kakakku yang kutinggali. Pada saat kami asyik membicarakan dan berbagi tentang tugas-tugas kuliah kami, tiba-tiba Santi berkata agak serius padaku, “Rian, aku bahagia bila dekat denganmu. Akankah umurku panjang, biar bisa terus bersamamu seperti saat ini?” ujarnya. Aku menjawab, “Hus! Kok ngomongnya gitu sih? Ya, insya Allah kita akan selalu bersama”.
Dan Santi pun bilang bahwa setiap tahun jika bulan Sura, bapaknya Alimudin sering menyembelih tiga ekor sapi putih. Satu ekor dibagikan kepada warga, satu untuk keluarga sendiri, dan satunya lagi dibuang ke sungai. Dan jika sapi putihnya kurang dari tiga, pasti ada saja salah satu anggota keluarganya yang meninggal. Dari situ aku benar-benar yakin bahwa Alimudin mengikat perjanjian kekayaan dengan setan.
Tak lama kemudian aku mendapat kabar bahwa ada seseorang yang pintar akan hal-hal gaib.
Dia tinggal di daerah Jawa. Mendengar ini, aku dan Santi mendatangi bapak kuncen itu, untuk mempertanyakan dan meminta petunjuk agar tidak ada korban lagi dalam keluarga kami. Aku pun menceritakan semua kejadian aneh di rumah kakakku Rianty, yang setiap malam Selasa selalu ada suara-suara menakutkan. Bapak kuncen menyarankan agar aku memasang ayat kursi di setiap pintu kamar, terutama kamar kakakku, Rianty. Bapak kuncen juga menyuruh Santi agar tidak lupa mengingat Allah. Aku diberikan sebuah cincin giok berwarna putih.
Bukannya musyrik, tapi hanya untuk berjaga-jaga saja bila aku ketakutan. Dan setelah itu terkuak sudah rahasia Alimudin. Ternyata benar kecurigaanku selama ini, Alimudin memuja dan bersekutu dengan setan. Dia terikat perjanjian kekayaan dengan genderuwo, dengan persyaratan tumbal tiga sapi putih tiap tahun. Dan jika tidak, salah seorang anak atau istrinya yang jadi gantinya. Santi sangat kaget dan sedih mendengar ayahnya bersekutu dengan setan. Santi menangis, mengapa ayahnya tega menukar nyawa anak istrinya dengan kekayaan yang tidak dapat dibawa mati?
Singkat cerita, aku kembali ke rumah kakakku dan menuruti saran bapak kuncen. Aku memasang stiker ayat kursi di setiap pintu kamar. Malam harinya, hawa panas hening mencengkeram. Tiba-tiba terdengar suara meraung, menggeram dan suara dentuman kaki sesosok makhluk yang besar. Mendengar ini, aku langsung menghubungi Santi agar wudhu dan shalat serta membaca Al-Quran. Sedangkan aku masih dalam keadaan gemetar mendengar suara menyeramkan itu. Aku pun teringat si mbok yang pintu kamarnya lupa aku beri stiker ayat kursi. Sambil masih terdengar dentuman kaki, aku berlari menuju kamar si mbok.
Sesampainya di sana, aku mendapati si mbok tergeletak pingsan.
Aku bangunkan si mbok sambil kutetesi kedua matanya dengan air dan kubacakan ayat-ayat suci yang aku hafal. Syukurlah, si mbok bisa sadar. Namun ketika ia membuka mata, si mbok langsung menjerit lagi menandakan ia melihat sesuatu di belakangku! Dan pas aku tengok… NAUDZUBILLAH…!!! Tampak sesosok gorila berwajah srigala, bertanduk dan bertaring sebesar gading gajah. Matanya merah menyala menatapku penuh amarah! Jujur, aku sangat takut melihat makhluk yang tak pernah kupercayai keberadaannya itu, ternyata saat ini ada di hadapanku. Dengan sejuta keberanian yang kukumpulkan, aku membaca surat Al-Fatihah, ayat kursi, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Alhamdulillah, makhluk itu raib dengan seketika.
Esoknya, pagi-pagi si mbok menangis padaku ingin pulang kampung. Ya, aku pun mengabulkannya, aku bayar sisa gajinya. Si mbok mengaku trauma melihat genderuwo di rumah besar ini. Sementara Alimudin yang berencana akan tinggal tiga bulan di luar kota, dia pulang hari itu juga. Sesampainya di rumah, dia merobek semua stiker ayat kursi yang kutempel di pintu. Dia menggamparku dan mencaci maki serta memarahiku. Dia juga bilang aku telah mengotori rumahnya dengan stiker yang tak berguna. Aku tahu, ini semua pasti iblis keparat itu yang mengadu dan memarahi Alimudin, dikarenakan rumahnya penuh dengan cahaya suci yang membakar tubuhnya. Akhirnya aku pun diusir dari rumahnya pada hari itu juga. Namun sebelum pergi, aku berpesan pada kakakku Rianty agar tak lepas dari air wudhu, shalat dan berdzikir pada-Nya. Kakakku pun tak rela aku digampar dan diusir begitu saja. Rianty bertengkar atas masalah ini.
Belum genap satu minggu aku kembali dan tinggal di rumah orang tuaku.
Rianty pun pulang ke rumah orang tuaku. Dia lagi hamil tua. Kelopak matanya tampak coklat pucat, dan tubuhnya pun memar-memar penuh bekas pukulan. Laki-laki macam apa itu! Aku jadi benci pada Alimudin, mantan kakak iparku yang tak lain adalah ayah Santi, kekasihku. Setelah kepulangan kakakku ke rumah, dia menjadi semakin terpuruk. Kakakku mulai sakit-sakitan. Sudah kami bawa ke dokter, namun keadaan Rianty dan kehamilannya semakin memburuk. Aku berniat untuk memanggil bapak kuncen yang ada di Jawa itu.
Namun perjalanan memakan waktu cukup lama, karena jarak kotaku ke Jawa Timur itu sangat jauh. Hingga pada akhirnya, ketika aku di perjalanan pulang bersama bapak kuncen, nyawa kakakku Rianty sudah tak bisa tertolong lagi. Aku tak habis pikir, masa hanya gara-gara kupasang ayat-ayat Allah, si iblis membabi buta? Kematian Rianty tersebut bersamaan dengan dua orang anak Alimudin dari istrinya yang ketiga. Bapak kuncen pun tak bisa mencegahnya, karena itu sudah resiko perjanjian dengan iblis. Bapak kuncen hanya menyuruh semua keluarga Santi untuk selalu mendekatkan diri pada Allah. Alhamdulillah, keluarga Santi mau menurutiinya. Dan semenjak anak dan istri-istri Alimudin beriman, kekayaan Alimudin merosot drastis, dan Alimudin meninggal dunia dalam kecelakaan yang mengerikan.
Semenjak Alimudin meninggal, tidak ada lagi yang dikhawatirkan.
Ibu Santi pun mengaku lebih baik hidup sederhana namun masih dalam keutuhan keluarga, daripada hidup mewah namun harus mempertaruhkan nyawa orang-orang yang dicintai. Aku dan Santi berhasil meluluskan studi. Aku menjadi seorang sarjana arsitek, dan mendapat pekerjaan yang memadai. Sedangkan Santi menjadi seorang bidan. Dari sini kami merintis sedikit demi sedikit, hingga akhirnya harta kami kembali pulih dengan sendirinya. Aku dan Santi pun menikah. Alhamdulillah, keluarga kami damai, sakinah, mawadah, dan warahmah. Semuanya terwujud atas kesabaran dan ketabahan serta usaha memetik ridho dari Yang Maha Kuasa.
Satu pesan dari saya, janganlah kalian meraih kekayaan dengan harus menjadi budak setan! Seberapa berhargakah harta duniawi dibanding nyawa seseorang yang kita cintai? Dan satu lagi, janganlah menjodohkan anak-anak hanya dengan kesilauan duniawi. Tak semuanya pilihan orang tua membawa bahagia, terkadang justru itu menyiksa anak sendiri. Apakah Anda tega melihatnya menangis tertusuk runcingnya berlian? Sekian cerita dari saya, semoga dapat kita petik hikmahnya. Demikianlah Misteri Nusantara – Petaka Tumbal Pesugihan.
Klik Disini, Daftar ISOTOTO : Platform Game Online Lengkap Aman dan Terpercaya
Sejak 2014
Tinggalkan Balasan