Misteri Nusantara – Bercumbu Dengan Arwah di Pulau Satonda Malam semakin larut, udara terasa semakin dingin. Angin dari arah barat menerpa keras villa kami, Villa Bukit Tirta, yang terletak di Bukit Cemara, Desa Lautan Kencana, Pulau Satonda, Nusa Tenggara Barat. Sudah satu minggu kami sekeluarga meninggalkan Bandung dan berlibur di Pulau Satonda.
Papa memiliki lahan perkebunan peninggalan kakek yang dikelola oleh warga setempat bernama Pak Joyo. Tanah seluas 100 hektar itu ditanami kopi. Walau kopi belum menjadi komoditas utama di daerah ini, Papa bersikeras mempertahankan perkebunan tersebut. Hasilnya cukup memuaskan, kopi jenis arabika dan robusta dari kebun ini sudah mulai dipasarkan.
Villa Bukit Tirta, yang berada di puncak Bukit Cemara, memiliki pemandangan langsung ke laut Flores. Villa dua lantai dengan tembok kokoh itu menjadi tempat favorit Papa dan Mama. Mama juga aktif menanam berbagai jenis buah, seperti durian montong dan rambutan, yang bibitnya didatangkan dari Jawa Barat. Sementara mereka sibuk menikmati hari-hari di villa, aku justru merasa terasing. Tidak ada teman, dan tidak ada hal menarik yang bisa kulakukan di Pulau Satonda.
Kesepian di Antara Keindahan
Sore itu, aku melamun di beranda lantai dua villa. Pikiranku melayang jauh ke Bandung, membayangkan Rina, Adi, dan Vina, teman-teman terbaikku yang sedang bersenang-senang di Pangandaran. Betapa aku merindukan mereka. Dari awal, Papa melarangku bergabung dengan mereka. Sebaliknya, aku dipaksa ikut ke Nusa Tenggara Barat.
“Papa, aku ingin pulang ke Bandung! Aku tidak betah di sini!” teriakku suatu sore. Namun, Papa hanya marah mendengar protesku.
“Kamu akan tetap di sini sampai liburan selesai! Jangan harap bisa kembali sebelum waktunya,” tegasnya.
Malam itu aku menangis di kamar. Perasaanku kacau, dan aku merasa sangat kesepian. Kuambil bantal dan guling, menumpahkan semua kekesalanku pada benda mati itu.
Bisikan Misterius
“Lani, jangan bersedih. Semua ini akan segera berlalu. Sabarlah, dan nikmati pemandangan indah di luar sana,” terdengar suara samar. Aku tertegun. Itu seperti suara dari bantalku! Meski ragu, aku mengikuti sarannya.
Aku melangkah ke beranda villa. Dari sana, aku melihat hamparan laut Flores yang gelap, hanya diterangi kelap-kelip lampu perahu nelayan. Angin malam yang dingin membuat tubuhku sedikit gemetar.
Namun, saat aku menikmati suasana tersebut, tiba-tiba terdengar suara lelaki dari belakangku.
“Kau tahu, mereka sedang berjuang demi keluarga di rumah,” katanya dengan nada tenang.
Aku terkejut dan berbalik. Di sana berdiri seorang pria tampan, mungkin berusia sekitar 24 tahun.
“Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?” tanyaku waspada.
“Aku Aditya, keponakan Pak Joyo. Aku baru datang dari Jakarta untuk mengunjungi paman,” jawabnya tenang.
Aditya menjelaskan bahwa ia tinggal di Pondok Cempaka, tidak jauh dari rumahku di Bandung.
Meskipun awalnya aku ragu, lambat laun aku mulai merasa nyaman berbicara dengannya. Karena pembicaraan kami sangat menyenangkan, waktu terasa berlalu begitu cepat.
Namun, ada sesuatu yang aneh darinya — matanya seperti menyimpan rahasia yang tak terucap. Meski begitu, aku mengabaikan firasat itu, berusaha menikmati kebersamaan yang tiba-tiba hadir di tengah kesepianku
.Pertemuan yang Mengerikan
Ketika jam menunjukkan pukul 23.30, Aditya berpamitan. “Aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa lagi, Lani,” katanya, sebelum menghilang dalam kegelapan malam. Aku kembali ke kamar dengan perasaan aneh. Ada sesuatu tentang Aditya yang membuatku tidak bisa berhenti memikirkannya.
Keesokan harinya, aku menemui Pak Joyo. “Pak, di mana Aditya? Aku ingin bertemu dengannya lagi,” tanyaku antusias.
Pak Joyo terdiam sejenak, lalu menatapku dengan ekspresi bingung. “Aditya? Apa kamu yakin bertemu dengannya tadi malam?”
Aku mengangguk. “Ya, dia bilang dia keponakan Bapak. Dia baru datang dari Jakarta.”
Mendengar itu, wajah Pak Joyo mendadak pucat. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Aditya memang keponakan saya, tapi dia sudah meninggal lima tahun lalu. Dia tenggelam di laut Flores dalam kecelakaan kapal. Jenazahnya kami makamkan di belakang villa ini, di kebun.”
Rahasia di Balik Villa
Aku merasakan dingin menjalar ke seluruh tubuh. Malam sebelumnya, aku bercakap-cakap, bahkan bersentuhan, dengan seseorang yang sudah meninggal? Pak Joyo menunjukkan makam Aditya, yang terletak di bawah pohon besar di belakang villa. Aku terpaku menatap nisan itu. Nama Aditya terukir di sana, lengkap dengan tanggal kematiannya.
Sejak malam itu, suasana di Villa Bukit Tirta berubah. Aku sering mendengar langkah kaki di beranda, suara pintu berderit, atau aroma garam laut yang muncul tiba-tiba di kamarku. Aditya sepertinya belum pergi sepenuhnya. Aku hanya bisa berdoa agar arwahnya menemukan kedamaian. Demikianlah Misteri Nusantara – Bercumbu Dengan Arwah di Pulau Satonda.
=== PREDIKSI HONGKONG HARI INI ===
Klik Disini, Daftar Platform Hongkong Aman dan Terpercaya Sejak 2014
Tinggalkan Balasan