Misteri Nusantara – Suster Merah Namaku Dita, seorang perawat di sebuah rumah sakit swasta di Kota Bandung.
Bandung menyandang julukan Kota Kembang, yang mencerminkan keindahan kota ini serta gadis-gadis cantik yang mempercantik setiap sudutnya …
Namun, di balik keindahan itu, Bandung juga menyimpan banyak misteri yang mencekam.
Salah satu cerita misterius yang beredar di rumah sakit tempatku bekerja adalah tentang Suster Merah. Sosok yang sering muncul, baik di antara pasien maupun perawat. Sebelum bercerita lebih jauh, ada baiknya aku menceritakan asal-usul sosok ini.
Beberapa tahun lalu, ada seorang perawat muda bernama Sari. Orang-orang mengenalnya karena sifatnya yang periang, mudah bergaul, dan sifat polosnya. Sari juga sangat cantik, dengan tubuh yang mampu menarik perhatian banyak pria. Di antara para pengagumnya, ia memilih Hadi sebagai kekasihnya. Sari tampak bahagia, namun hubungan mereka mulai teruji ketika ia hamil dan Hadi menolak bertanggung jawab.
Sari yang sangat kecewa dan tertekan mulai menghabiskan banyak waktu di pojok ruangan ganti perawat, tampak murung. Suatu hari, ia meminta resep obat dari seorang dokter. Sari membeli obat insulin yang biasanya digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Tanpa diketahui siapa pun, ia menyuntikkan seluruh dosis obat tersebut ke tubuhnya, menyebabkan kadar gula darahnya turun drastis. Sari pun meninggal dunia akibat overdosis insulin.
Setelah kematiannya, banyak pasien dan perawat yang mengaku melihat sosok perawat mengenakan jaket merah. Orang-orang menyebutnya Suster Merah, yang sering terlihat duduk di pojok ruangan ganti atau berjalan di lorong rumah sakit. Bahkan, beberapa pasien pernah mengaku dilayani oleh sosok ini.
Aku awalnya menganggap itu hanya rumor belaka, sampai akhirnya aku mengalami sendiri pertemuan dengan Suster Merah …
“Teet.. teet.. teet..”
Suara bel ruangan membangunkanku dari tugas malam. Bergegas aku menuju ke kamar pasien yang membunyikan bel.
“Ada yang bisa dibantu?” tanyaku, mendekat pada pasien yang terbaring.
“Saya mau buang air kecil, Sus,” jawab pasien yang tampak lemah.
“Sebentar ya, Bu, saya ambilkan pispotnya,” jawabku, dan segera aku keluar untuk mengambil pispot cadangan.
Setibanya di ruang jaga, aku kembali dengan pispot, namun pasien sudah terlihat tersenyum.
“Sudah kok, Sus,” jawab pasien.
“Sudah bagaimana, Bu?” tanyaku, heran.
“Tadi saya dibantu oleh suster yang pakai jaket merah,” jawab pasien itu dengan santai.
“Oh, begitu. Kalau butuh bantuan lagi, tinggal tekan belnya ya, Bu,” jawabku, masih kebingungan.
Malam itu hanya aku dan temanku, Putri, yang sedang bertugas. Kami berdua tidak memakai jaket merah.
“Mbok Put, siapa ya suster yang pakai merah?” tanyaku, penasaran.
“Memangnya ada apa?” jawab Putri, tampak sedikit terkejut …
“Pasien tadi bilang sudah dibantu oleh suster yang pakai jaket merah. Kita kan nggak pakai jaket merah, dan perawat dari ruangan lain tidak bisa begitu saja membantu pasien tanpa izin,” jawabku, semakin bingung.
Putri terdiam sejenak, wajahnya tampak pucat. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan dengan senyum kecil, namun tidak berhasil.
“Mau kopi nggak?” tawarnya.
“Enak juga malam-malam begini, tapi kalau kita buat kopi siapa yang jaga nanti, Mbak?” tanyaku.
“Udah kamu aja yang jaga, biar aku yang buatkan,” jawabnya, sambil melangkah pergi.
“Ok, Mbak,” jawabku dengan senyum lebar.
Tak lama kemudian, Putri kembali dengan kopi. “Ini kopinya, tapi tadi sedikit tumpah,” katanya, dengan wajah ketakutan.
“Ada apa, Mbak? Kok kelihatan takut gitu?” tanyaku.
“Ngga apa-apa kok, diminum aja kopinya,” jawab Putri, mencoba mengelak.
“Jangan bohong, Mbak. Kayaknya ada yang disembunyikan dari aku. Kasih tahu dong,” pintaku.
Putri terdiam, lalu akhirnya berkata dengan suara gemetar, “Tadi aku lihat Suster Merah, Ta.”
“Suster Merah? Jadi siapa Suster Merah itu? Di ruangan mana dia?” tanyaku, semakin penasaran.
“Sebetulnya yang dilihat pasien itu bukan perawat seperti kita, Ta,” jawab Putri.
“Jadi perawat seperti apa, Mbak? Aku jadi bingung,” tanyaku, tidak mengerti …
“Suster Merah itu hantu perawat yang sering menampakkan diri,” jawab Putri dengan wajah yang semakin ketakutan.
“Oh begitu,” jawabku, merasa sedikit tidak percaya. Menurutku, itu mungkin hanya halusinasi atau ketakutan semata.
Tiba-tiba bel ruangan berbunyi keras.
“TEEEET…” Suara itu memecah keheningan malam.
Aku terbangun dan segera menuju ruangan pasien. Tapi pasienku sedang tertidur lelap, dan hanya ada satu pasien malam itu. Mungkin ia hanya lelah, gumamku dalam hati. Aku pun kembali ke ruang jaga.
Suasana rumah sakit semakin dingin dan sunyi. Saat aku melangkah menyusuri lorong, aku bertemu dengan seorang perawat perempuan yang sangat cantik, mengenakan jaket merah. Wajahnya asing bagiku, namun ia tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya, namun begitu berbalik untuk melanjutkan perjalanan, aku merasa ada yang aneh. Tidak ada siapa-siapa di belakangku. Seperti hilang begitu saja.
“Ke mana ya dia?” gumamku, bingung …
Aku bukanlah orang yang mudah percaya dengan cerita tentang penampakan hantu atau makhluk halus. Aku yakin bahwa makhluk dari alam lain itu ada, namun sangat sulit bagiku untuk percaya bahwa mereka bisa datang dan pergi sesuka hati di hadapan kita, seperti yang sering digambarkan dalam acara-acara televisi. Kadang-kadang, aku menonton acara seperti Dunia Lain atau Uka-uka, namun lebih karena tingkah laku pesertanya yang lucu, bukan karena penampakan hantu yang mereka tampilkan. Menurutku, banyak penampakan yang ada hanyalah rekayasa untuk mendongkrak popularitas acara tersebut.
Namun, semuanya berubah setelah aku bertemu dengan seorang perawat yang mengenakan jaket merah. Sering terlintas di pikiranku, apakah mungkin mereka—makhluk halus—benar-benar bisa masuk ke dunia manusia? Bisakah orang yang sudah meninggal dengan mudah berkomunikasi dengan kita? Meski banyak cerita tentang suster merah yang aku dengar, keyakinanku tentang penampakan hantu tak juga berubah. Aku yakin, itu semua hanyalah halusinasi semata.
Hari itu, aku mendapat jadwal shift siang, dari pukul 15.00 hingga pukul 21.00 …
Dengan wajah lelah dan mengantuk, aku dan teman shift-ku berjalan menuju ruang ganti perawat sambil bercanda. Kami terlambat pulang karena harus menyelesaikan beberapa urusan saat serah terima jaga. Sesampainya di ruang ganti, kami segera mengganti pakaian, karena kami tahu betul betapa pentingnya penampilan bagi seorang perawat. Walaupun seharian bekerja keras, saat jam kerja selesai, penampilan harus tetap terjaga.
Karena kami terlambat, beberapa perawat lain sudah keluar lebih dulu. Ruangan itu kini hanya kami berdua. Setelah selesai mengganti pakaian, aku bersiap untuk pulang. Namun, temanku pergi ke toilet dan memintaku menunggu. Saat itu, aku sedang memainkan ponsel sambil menunggu, dan tiba-tiba aku merasa ada seseorang di pojok ruangan. Ketika menoleh, ternyata ada seorang perawat yang sedang duduk dan tampak melamun.
“Kenapa belum pulang, Mbak?” tanyaku. Namun, perawat itu tetap diam, seolah tidak mendengarku. Aku pun mendekat.
“Pulang sendiri atau dijemput, Mbak?” tanyaku lagi. Perawat itu tetap tidak menjawab, hanya menatap kosong ke depan.
“Ada apa, Mbak? Mukanya kok sedih?” tanyaku, semakin penasaran.
Perawat itu menoleh dan menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku pun merasa ada yang aneh. Wajahnya tampak familiar, dan aku menyadari bahwa dia mengenakan jaket merah. Tiba-tiba aku teringat, ini adalah perawat yang sempat aku temui beberapa waktu lalu, di lorong rumah sakit.
Belum sempat aku mencerna lebih jauh, terdengar suara pintu toilet terbuka, dan temanku memanggil.
“Dita, di mana?” tanyanya …
“Di sini, Fin,” jawabku sambil menoleh ke belakang.
“Apa yang kamu lakukan di situ? Ayo pulang!” ajaknya.
Aku bingung, “Tadi aku ngobrol sama…,” jawabku, sambil mengernyitkan dahi, karena di depanku sudah tidak ada siapa-siapa.
“Ngobrol sama siapa?” tanya temanku, ikut penasaran.
“Beneran ada, lho. Tadi perawat yang pakai jaket merah,” jawabku, yakin.
“Jaket merah? Ayo pulang sekarang!” temanku langsung menarik tanganku dan berjalan cepat.
Aku pun terus memikirkan bagaimana perawat itu bisa menghilang begitu saja di ruang ganti baju, sementara pintu masuk dan keluarnya hanya satu. Tidak ada tempat untuk bersembunyi di ruang yang tidak begitu besar itu.
Keesokan harinya, aku kembali penasaran. “Fin, aku ingin tahu lebih banyak tentang perawat kemarin,” kataku.
Sambil mencatat, temanku menjawab dengan ragu, “Perawat yang mana?”
“Itu, lho. Perawat yang pakai jaket merah,” jawabku …
Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Itu bukan perawat seperti kita.”
“Maksudnya?” tanyaku, bingung.
“Pernaah dengar tentang ‘suster merah’, kan? Dia itu sering muncul di lorong rumah sakit atau ruang ganti baju,” jelas temanku.
Aku terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia katakan. Apakah benar yang aku lihat kemarin adalah penampakan hantu suster merah? Meskipun aku selalu yakin bahwa penampakan hantu itu hanyalah halusinasi, kejadian ini membuat keyakinanku goyah. Aku sudah melihatnya dua kali, dan dia menghilang begitu saja. Apakah hantu memang bisa dilihat oleh manusia? Aku tak tahu jawabannya. Namun, pengalaman aneh yang sulit dijelaskan ini tetap akan aku ingat sepanjang hidupku. Demikianlah Misteri Nusantara – Suster Merah.
Tinggalkan Balasan