Rencana Bermalam di Tenda
Misteri Nusantara – Patung Kuda Bergerak Aku tinggal di sebuah komplek perumahan militer yang cukup luas di daerah Parung, Jawa Barat. Di tengah komplek itu berdiri sebuah patung jenderal besar menunggangi kuda, menjadi ciri khas yang mudah dikenali.
Malam itu, aku dan dua teman baikku, Rian dan Arif, memutuskan untuk berkemah di halaman kosong dekat rumah kami. Setelah mendirikan tenda, kami kembali ke rumah masing-masing untuk bersiap-siap. Kami sepakat berkumpul di tenda lagi pukul 9 malam.
Ketika waktu menunjukkan pukul 9, aku dan Rian sudah duduk di dalam tenda sambil berbincang. Namun, Arif tak kunjung datang. Merasa penasaran, kami pun pergi ke rumahnya. Setibanya di sana, Arif meminta maaf karena mendadak harus pergi ke rumah saudaranya. Kecewa, kami kembali ke tenda hanya berdua. Dengan beberapa camilan dan minuman, kami tetap melanjutkan rencana bermalam di sana.
Malam yang Sunyi dan Cerita yang Mencekam
Malam semakin larut, dan suasana komplek menjadi sunyi. Kami mengobrol tentang berbagai hal untuk mengusir kebosanan. Rian, dengan gaya bicaranya yang serius, mulai menceritakan tentang gambaran neraka dan surga yang ia dengar dari cerita orang-orang. Suaranya membuat suasana menjadi lebih hening, seakan udara di sekitar terasa dingin dan berat.
“Aku dengar, di neraka itu kita bakal dihukum sesuai dosa kita. Ada orang yang tangannya dipotong karena sering mencuri,” ujar Rian sambil menatap ke luar tenda.
“Seram juga ya, kalau gitu aku harus sering minta maaf ke Tuhan,” balasku, mencoba menenangkan diri. Tapi tatapan Rian membuatku tak nyaman. Ia seperti melihat sesuatu yang tak bisa aku lihat.
Waktu terus berlalu, hingga kami mulai merasa mengantuk. Kami merebahkan diri di dalam tenda sambil memejamkan mata. Namun, keheningan malam itu tiba-tiba pecah oleh suara yang tak biasa.
Ketukan Sepatu Kuda
“Tuk tuk tuk tuk…”
Aku membuka mata. Suara itu terdengar samar dari kejauhan, seperti derap langkah kuda yang berlari di atas jalan berbatu. Aku menoleh ke arah Rian yang tampaknya juga mendengarnya.
“Kamu dengar itu?” bisik Rian dengan wajah tegang.
“Iya, suara kuda. Tapi dari mana?” tanyaku, mencoba mencari penjelasan logis.
Rian menelan ludah, lalu berkata, “Itu pasti patung kuda di depan gerbang komplek…”
Deg! Aku merasakan tubuhku dingin seketika. Aku mencoba tertawa kecil untuk menenangkan suasana, tapi suara itu semakin jelas.
“Tuk tuk tuk tuk…”
Suara itu semakin dekat. Aku dan Rian saling berpandangan, ketakutan mulai melanda. Kami mendekat satu sama lain, tak berani keluar dari tenda.
“Kalau itu patung, seharusnya dia nggak bisa jalan, kan?” bisikku dengan nada ragu.
“Kamu yakin?” balas Rian dengan nada getir.
Suara langkah itu mendekat, berhenti tepat di luar tenda. Kami membeku, hanya suara napas kami yang terdengar. Tiba-tiba, tenda bergoyang pelan, seperti ada sesuatu yang menyentuhnya dari luar.
“Siapa di luar?!” seru Rian dengan suara gemetar. Tapi tak ada jawaban. Hanya suara napas berat yang terdengar di balik kain tenda.
Kehilangan Kesadaran
Tak tahan dengan suasana itu, aku meraih senter yang tergeletak di dekatku. Dengan tangan gemetar, aku menyalakannya dan menyorot ke arah dinding tenda. Tapi anehnya, tak ada bayangan apa pun di sana.
“Kenapa nggak ada apa-apa?” tanyaku panik.
“Aku nggak tahu! Tapi aku ngerasa ada yang ngeliatin kita…” jawab Rian sambil memeluk lututnya.
Suara langkah itu tiba-tiba menjauh, namun tetap terdengar mengitari area tempat kami berkemah. Aku mencoba memejamkan mata, berharap ini semua hanya mimpi buruk. Dalam ketakutan yang tak tertahankan, kami akhirnya tertidur sambil saling berpelukan.
Tinggalkan Balasan