Awal Mula Kejanggalan
Misteri Nusantara – Kenapa Aku Sering Melihat Hantu Hidupku dulu sederhana. Aku tak pernah percaya soal hantu atau tempat angker. Saat orang-orang menceritakan pengalaman mereka di lokasi yang katanya menyeramkan, aku selalu merasa skeptis. Namun semua berubah ketika aku mulai bekerja di kantorku saat ini, sebuah perusahaan kecil di pinggiran kota Malang.
Hampir setiap hari, aku melihat sosok-sosok gaib yang beragam. Padahal, teman-teman kantorku tampak biasa saja, seolah tidak ada yang aneh. Mereka bekerja tanpa gangguan, sementara aku terus dihantui rasa takut. Aku bertanya-tanya, apa yang sebenarnya salah denganku?
Pertemuan dengan Pak Hasan
Suatu hari, aku sedang bermain ke rumah seorang teman, Dodi. Di sana, aku bertemu pamannya, Pak Hasan, seorang pria yang dikenal memiliki kemampuan “melihat” hal-hal di luar nalar. Saat kami mengobrol santai, tiba-tiba Pak Hasan memandangku dengan tatapan tajam.
“Di kantor sering ketemu yang aneh-aneh, ya?” tanyanya tiba-tiba.
Aku terdiam. “Lho, kok bisa tahu, Pak?” tanyaku penasaran.
Pak Hasan tersenyum tipis. “Kelihatan dari auramu. Kamu sering melihat mereka, kan?”
Aku hanya mengangguk pelan. “Iya, hampir setiap hari. Kenapa ya, Pak, saya bisa melihat hal-hal seperti itu?”
Pak Hasan mengangguk sambil menyeruput kopi hitamnya. “Itu karena ada sosok kuat di kantormu. Dia bukan sekadar menampakkan diri, tapi juga memengaruhi auramu. Semakin sering kamu melihatnya, semakin terbuka kemampuanmu untuk melihat sosok-sosok lain.”
Kisah Sosok di Kantor
Pak Hasan mulai bercerita bahwa di kantorku ada sosok wanita tua yang mengenakan kebaya, rambutnya disanggul rapi. Sosok ini, katanya, sering berkeliaran di lantai dua, tempatku biasa bekerja. Aku langsung teringat kejadian beberapa hari sebelumnya.
Saat itu, aku lembur sendirian. Tiba-tiba, aroma bunga melati menyeruak di ruangan. Aku menoleh ke arah pintu, dan di sana dia berdiri. Wajahnya pucat, tetapi matanya menatapku tajam. Aku tidak bisa bergerak, hanya bisa menutup mata sambil berdoa dalam hati. Ketika aku membuka mata, dia sudah menghilang, tetapi aroma melati itu tetap ada.
Pak Hasan melanjutkan, “Dia bukan berniat mengganggu, tapi auranya sangat kuat. Dia bisa memengaruhi orang di sekitarnya. Karena itu, kamu sering melihat yang lain juga.”
Kejadian Mencekam di Rumah Dodi
Saat Pak Hasan menjelaskan, tiba-tiba lampu di ruang tamu berkelap-kelip. Aku mencoba tenang, tapi bulu kudukku meremang. “Pak, kenapa lampunya begini?” tanyaku, suaraku bergetar.
Pak Hasan memandang sekeliling. “Tenang, itu hanya mereka ingin menunjukkan kehadiran.”
Aku langsung teringat sosok yang sering kulihat di kantor. “Pak, apakah mereka mengikuti saya ke sini?” tanyaku.
“Ya, kemungkinan besar. Sosok-sosok itu sudah terbiasa dengan auramu. Mereka merasa kamu bisa melihat mereka, jadi mereka ingin diperhatikan.”
Tak lama kemudian, aku melihat bayangan hitam melintas di sudut ruangan. Aku mencoba meyakinkan diri bahwa itu hanya ilusi, tetapi suara tawa kecil yang menggema di telingaku membuatku panik.
Memahami Kemampuan Baru
Setelah obrolan panjang dengan Pak Hasan, aku mulai menerima kenyataan bahwa kemampuanku melihat mereka adalah efek dari energi kuat di kantorku. “Kalau kamu mau, aku bisa bantu menutup kemampuan ini,” kata Pak Hasan.
“Tolong, Pak. Saya tidak ingin terus-menerus melihat hal-hal seperti ini,” pintaku.
Namun, Pak Hasan hanya menggeleng. “Selama kamu masih bekerja di kantor itu, akan sulit. Sosok itu terlalu kuat. Kamu harus belajar menerima dan mengontrol kemampuan ini.”
Malam itu, aku pulang dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, aku merasa lega karena akhirnya mengerti apa yang terjadi padaku. Namun di sisi lain, aku masih takut akan apa yang mungkin kulihat esok hari.
Epilog: Sosok di Jendela
Keesokan harinya, aku kembali bekerja seperti biasa. Saat sedang mengetik laporan, aku merasa ada yang memperhatikanku. Ketika aku menoleh ke jendela, kulihat sosok wanita berkebaya itu tersenyum tipis. Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.
Kini, aku mulai belajar hidup berdampingan dengan mereka. Meski rasa takut masih sering menghantuiku, aku mencoba menganggap ini sebagai bagian dari hidupku. Toh, tidak semua orang diberi “keberkahan” seperti ini, bukan?
Tinggalkan Balasan