Awal Malam yang Biasa
Misteri Nusantara – Membonceng Sosok Misterius Malam Minggu selalu menjadi waktu yang kutunggu untuk mengunjungi pacarku, Karin. Setelah bersiap dengan rapi dan menyemprotkan sedikit cologne favorit, aku menghidupkan motor dan melaju menuju rumahnya. Rumah Karin berjarak sekitar 9 km dari tempat tinggalku, dengan dua jalur yang bisa kupilih. Jalur pertama adalah jalan raya utama yang memutar cukup jauh, sementara jalur kedua adalah jalan alternatif yang lebih cepat, meskipun harus melewati area pemakaman umum.
Biasanya, aku memilih jalan alternatif karena selain lebih cepat, jalan ini cukup ramai. Warga sekitar sering berkumpul atau sekadar nongkrong di area dekat pemakaman, membuat suasana terasa aman meski malam. Bahkan, anak-anak sering terlihat bermain di sekitar batu nisan.
Setibanya di rumah Karin, aku berbincang santai dengan dia dan keluarganya. Tak terasa, waktu berlalu dengan cepat, dan jam menunjukkan pukul 9 malam. Aku pun berpamitan pulang. Seperti biasa, aku memutuskan kembali lewat jalur alternatif melewati pemakaman.
Keheningan yang Tak Biasa
Saat memasuki area pemakaman, perasaan tak nyaman tiba-tiba menyergap. Jalan yang biasanya ramai oleh suara tawa anak-anak dan obrolan warga kini berubah sunyi. Hanya pantulan cahaya televisi dari jendela rumah warga yang terlihat di kejauhan. Gerimis tipis turun, menambah kesan suram malam itu.
Aku menggerutu pelan, “Kenapa sepi banget, ya? Biasanya ramai orang nongkrong. Mungkin gara-gara gerimis ini,” pikirku sambil mencoba mengalihkan rasa gugup.
Namun, semakin jauh memasuki jalan itu, rasa aneh makin terasa. Suasana begitu lengang, dan jalanan yang sebelumnya terasa biasa kini tampak seperti lorong tanpa ujung.
Bayangan di Jok Belakang
Ketika melintasi bagian tengah area pemakaman, tubuhku tiba-tiba merasakan hawa dingin menusuk. Saat itu, aku merasa seperti ada yang duduk di jok belakang motorku. “Ah, pasti cuma perasaan saja,” gumamku sambil mencoba menenangkan diri.
Namun, perasaan itu makin nyata. Beban motorku menjadi lebih berat. Di saat yang sama, aku merasakan sesuatu yang dingin melingkar perlahan di pinggangku, seperti tangan yang memelukku dari belakang. Aku menelan ludah. Jantungku berdebar kencang.
Aku bergumam pelan, “Jangan lihat ke belakang… Jangan lihat ke belakang…”
Tiba-tiba, aku mendengar suara pelan, hampir seperti bisikan di dekat telingaku. “Kamu mau kemana?” Suaranya dingin, membuat bulu kudukku meremang.
Keberanian yang Terpaksa
Aku mencoba memacu motorku lebih cepat, tetapi jalan yang sempit dan licin membuatku harus tetap berhati-hati. Di tengah kepanikan, aku memaksa diriku untuk berbicara. “Siapa… siapa kamu?” tanyaku dengan suara gemetar.
Tidak ada jawaban, tetapi aku bisa merasakan sesuatu bergerak di belakangku. Aku memberanikan diri melirik ke kaca spion, dan saat itulah aku melihatnya. Bayangan hitam tanpa wajah, hanya dua mata merah menyala yang menatap tajam ke arahku. Napasku tertahan.
Dengan panik, aku memejamkan mata sejenak dan berteriak, “Pergi! Jangan ganggu aku!”
Tinggalkan Balasan