Rencana Mancing di Rawa Misterius
Misteri Nusantara – Bertemu Penunggu Saat Mancing di Rawa Waktu menunjukkan pukul 13.00 siang, ketika rombongan teman-teman “pecandu pancing” sudah berkumpul di rumahku, seperti yang sudah direncanakan sejak seminggu lalu. Rencana kami adalah memancing di sebuah rawa yang terletak jauh di pedalaman hutan Dusun Kembang, sekitar Kilometer 18. Lokasinya cukup sulit dijangkau dan tidak bisa ditempuh dengan kendaraan, jadi kami harus berjalan kaki melewati hutan yang terkenal sangat lebat.
Setelah semua anggota lengkap (7 orang), kami mulai berkemas dan bercanda untuk meredakan ketegangan menjelang perjalanan panjang. Perjalanan kami terasa menyenangkan meski menempuh jarak yang lumayan jauh, hingga sekitar 4 jam kemudian, kami sampai di tepi sebuah rawa yang luas, sekitar 300 meter persegi. Namun, nuansa tempat itu terasa sunyi, bahkan terkesan menyeramkan. Penduduk lokal sering mengatakan bahwa banyak buaya menghuni rawa ini.
Suasana Menjadi Kelam
Aku melirik jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Teman-teman sudah siap dengan peralatan pancing mereka, dan kami semua mulai memusatkan perhatian masing-masing pada aktivitas memancing. Lama kelamaan, kabut tipis mulai turun, dan langit tampak lebih kelabu. Aku pun berbisik pada Hadi, teman yang ada di sebelahku.
“Apa nggak aneh tempat ini, Di? Kayak ada yang ngeliatin kita dari dalam kabut,” kataku setengah bergidik.
“Ah, sudah lah, kita kan cuma mancing aja,” balas Hadi sambil tertawa ringan. “Jangan mikir aneh-aneh.”
Bayangan di Tengah Rawa
Sekitar dua jam berlalu. Aku merasa sedang sial, belum ada satu ikan pun yang berhasil kudapatkan, padahal teman-temanku sudah mulai menunjukkan hasil tangkapan mereka, bahkan ikannya besar-besar. Saat itulah, kejadian menyeramkan mulai terjadi.
Jam menunjukkan pukul 19.45 ketika aku melihat sebuah bayangan hitam melintas pelan di atas rawa. Aku sempat mengucek mata, memastikan bahwa aku tidak salah lihat, tetapi bayangan itu tetap ada. Terlihat samar di tengah rawa, tepat di bawah sebuah pohon mati di sebuah pulau kecil.
“Hadi, kamu lihat nggak di tengah rawa itu? Coba perhatiin baik-baik,” ujarku sambil menunjuk ke arah pulau.
“Ada apa sih, Sur?” sahut Hadi penasaran.
“Di bawah pohon mati itu ada sosok hitam berdiri. Kayak sedang bersandar di pohon,” kataku agak memaksa.
Hadi menatap ke arah yang aku tunjuk, lalu menggeleng. “Nggak ada apa-apa, Sur. Kamu pasti kecapekan.”
Aku mulai kesal, merasa diabaikan. “Aku yakin banget ada sosok di sana. Masa kamu nggak lihat sama sekali?”
Namun, meskipun aku sudah menjelaskan dengan detail, Hadi tetap bersikeras tidak melihat apa pun. Aku kembali menatap ke arah pulau itu, dan tiba-tiba, sosok hitam itu perlahan melayang menjauh menuju arah hutan yang gelap, hingga menghilang. Jantungku berdebar kencang.
“Sial! Sosok itu barusan terbang ke hutan, Hadi!” aku berteriak sambil memegang lengannya.
“Sudahlah, jangan nakut-nakutin aku!” Hadi mulai terlihat agak khawatir namun tetap tidak percaya sepenuhnya.
Mancing Gagal dan Hawa Dingin yang Aneh
Aku berusaha melupakan kejadian itu dan kembali fokus memancing. Namun, keberuntunganku benar-benar buruk malam itu; jangankan dapat ikan, umpanku bahkan tidak disentuh. Karena frustrasi, aku memutuskan untuk pindah ke lokasi yang agak di pojok rawa, berpikir mungkin di situ banyak ikan.
Sekitar setengah jam kemudian, tiba-tiba aku merasa ada hawa dingin yang tidak biasa melintas di sampingku. Aku menengok ke kiri dan kanan, memastikan hanya angin biasa. Namun, beberapa menit kemudian, rasa dingin itu muncul lagi, kali ini disertai dengan suara gemerisik dari arah pohon-pohon di tepi rawa.
“Tunggu… itu apa?” gumamku pada diri sendiri, sambil menahan napas. Perlahan, sebuah bayangan hitam muncul dari permukaan rawa, melayang mendekat dengan sosok yang tidak utuh – hanya setengah badan, dari pinggang ke atas!
Teror di Tengah Rawa
Aku terdiam sejenak, tubuhku membeku, keringat dingin mulai mengalir. Sosok hitam itu bergerak mendekat, tampak jelas sosoknya tak memiliki kepala, hanya berdiri seperti terpotong di tengah tubuhnya. Aku tak sanggup lagi menahan ketakutan.
“TOLOOONG!!” teriakku sambil berlari menjauh, namun sekejap kemudian, pandanganku menggelap dan aku tak ingat apa-apa lagi.
Saat aku tersadar, aku sudah berada di sebuah rumah penduduk setempat. Teman-temanku yang lain berkumpul di sekitarku, tampak khawatir. Aku mencoba mengingat kejadian tadi dan mulai bercerita pada mereka.
“Bayangan itu… ada di rawa. Dia cuma setengah badan… dia melayang ke arahku,” ujarku terbata-bata.
Penduduk lokal yang mendengar cerita kami mulai menatapku dengan serius. Seorang bapak tua yang terlihat berpengalaman mengangguk pelan sambil berujar, “Hantu itu memang sudah lama menghuni rawa ini. Kabarnya dia adalah seorang penebang pohon yang mati mengenaskan karena kecelakaan gergaji mesin, tepat di rawa yang kalian kunjungi.”
Aku dan teman-teman terdiam, tak ada yang bisa berkata-kata lagi. Suara angin yang berhembus dari arah rawa terdengar lirih dari jauh, seakan-akan menertawakan ketakutan kami yang baru saja berakhir.
Tinggalkan Balasan