Malam yang Mencekam
Tuntutan Alam Kubur Malam itu terasa begitu sunyi. Angin berhembus pelan, namun udara di dalam rumah Hardi terasa semakin sesak. Hardi duduk di ruang tamu, termenung, memikirkan banyak hal yang menekan kepalanya. Ketika ia tengah tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk keras. Ketukan itu membuat tubuhnya terlonjak.
Hardi terdiam sejenak, memandangi pintu yang tampak sepi dari balik kaca. Ia ragu-ragu untuk membuka pintu, tetapi ketukan itu semakin keras. Dengan langkah berat, Hardi berjalan menuju pintu. “Siapa itu?” teriaknya, suaranya agak gemetar.
Tak lama, pintu terbuka, dan di depannya berdiri Budi, sahabatnya yang terlihat ketakutan. Wajah Budi pucat pasi, matanya membesar seperti baru saja menyaksikan sesuatu yang mengerikan.
“Ada apa, Budi? Kenapa kau begitu takut?” Hardi bertanya, berusaha menenangkan diri meskipun rasa takut perlahan menyelinap masuk ke dalam tubuhnya.
Budi terengah-engah, seolah belum bisa berkata-kata. Setelah beberapa detik yang terasa lama, Budi akhirnya membuka mulut. “Hardi, aku melihatnya. Sosok itu… di ujung jalan. Aku… aku tak bisa melarikan diri.”
Hardi menggigit bibir bawahnya. “Apa yang kau lihat? Ceritakan padaku.”
Budi mengangguk, menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan, “Aku berjalan pulang tadi, lewat jalan itu. Tiba-tiba, di tengah jalan, aku melihat seorang wanita berdiri. Wajahnya… wajahnya rusak, seperti terbakar. Aku tak tahu harus berbuat apa, tapi ia mulai mendekat. Matanya kosong, dan suara langkah kakinya terasa menggema di sekelilingku.”
Hardi merasakan darahnya berdesir mendengar cerita Budi. “Apa maksudmu? Apa yang dia inginkan?”
Budi menggigil, wajahnya semakin pucat. “Aku tak tahu, Hardi. Tapi yang jelas, aku merasa ada yang salah. Ia mengikutiku hingga ke sini.”
Hardi memalingkan wajahnya, matanya berkilat. Ia tahu, malam ini, mereka berdua tidak akan bisa tidur nyenyak. Sesuatu yang lebih besar dari ketakutan pribadi mereka sedang menghampiri.
Petunjuk yang Terungkap
Dengan perasaan ragu dan was-was, Hardi menarik Budi ke dalam rumah dan menutup pintu dengan cepat. Mereka duduk di ruang tamu, berusaha menenangkan diri. Namun, ketegangan yang tercipta semakin terasa saat sebuah suara aneh terdengar dari luar. Terdengar langkah kaki yang pelan namun teratur, seperti seseorang sedang mendekat.
Hardi dan Budi saling pandang. Hati mereka berdebar kencang. Tidak ada yang berani bergerak. Setelah beberapa saat, Hardi berdiri dan membuka tirai jendela dengan perlahan. Ia mengintip ke luar. Tidak ada apa-apa. Namun, hatinya masih merasa cemas.
“Kita harus keluar, Budi,” Hardi akhirnya berkata, suaranya tegas meskipun ketakutan mulai merayapi.
Budi menggeleng, matanya terbelalak. “Jangan, Hardi. Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Jika kita keluar, kita akan terjebak. Lebih baik kita tetap di sini dan tunggu sampai pagi.”
Namun, Hardi tidak bisa menahan dorongan hatinya. Ia merasa bahwa jawaban atas ketakutannya ada di luar sana, di tempat yang kelam dan sunyi.
“Aku harus mencari tahu, Budi. Jika kita tinggal di sini, kita hanya akan semakin takut. Mari kita keluar dan hadapi itu bersama-sama.”
Tanpa menunggu jawaban, Hardi membuka pintu depan dan melangkah keluar. Budi tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti. Merekalah yang akan menghadapi kegelapan malam ini, bersama-sama.
Pertemuan yang Tak Terduga
Mereka berjalan pelan menuju ujung jalan tempat Budi melihat sosok wanita itu. Langkah mereka disertai suara angin yang berdesir, semakin menggema di sepanjang jalan sepi. Semakin dekat mereka, semakin terasa beban berat di dada masing-masing.
Setelah beberapa menit berjalan, sosok itu muncul di depan mereka. Seorang wanita dengan wajah yang rusak, terbakar, dan penuh dengan luka. Matanya tidak menatap, namun Hardi bisa merasakan pandangannya yang tajam, menembus kedalaman jiwanya.
Wanita itu berdiri di sana, tak bergerak. Tiba-tiba ia membuka mulutnya, suara serak dan dalam keluar dari bibirnya.
“Aku datang untuk meminta sesuatu dari kalian,” katanya, suaranya seperti suara angin yang berbisik.
Budi mendorong Hardi ke belakang, tubuhnya gemetar. “Jangan dengar, Hardi! Kita harus lari sekarang juga!”
Namun, Hardi merasa ada yang lebih kuat dari rasa takut. Entah mengapa, ia merasa harus mendengarkan.
“Permintaan apa?” Hardi akhirnya bertanya, suaranya menahan gemetar.
Wanita itu tertawa, namun tawa itu terdengar aneh, seperti tawa yang tak pernah berakhir. “Aku ingin kalian merasakan penderitaan yang kutanggung,” jawabnya.
Sebelum Hardi atau Budi sempat merespon, wanita itu mendekat. Dengan langkahnya yang berat dan lamban, ia menghampiri mereka. Sesaat, dunia terasa terhenti. Lalu, suara cekikikan keras terdengar, membuat bulu kuduk mereka berdiri.
Akhir yang Mengerikan
Malam itu, Hardi dan Budi tidak kembali ke rumah. Pagi-pagi, beberapa warga kampung mencemaskan mereka. Mereka pergi ke jalan yang biasa mereka lewati, namun tidak menemukan apa-apa selain jejak kaki yang menghilang di tanah.
Warga akhirnya menemui sebuah sosok yang tak bisa dijelaskan. Hardi dan Budi hilang, tetapi jejak langkah mereka masih ada, seolah mereka tidak pernah meninggalkan tempat itu.
Malam itu, suara angin, lolongan anjing, dan cekikikan wanita itu seolah menggema lebih lama dari biasanya, menghantui desa yang sunyi.
Tinggalkan Balasan