Genderuwo Penghuni Batu Besar Tetangga saya, Pak Wartono—atau yang biasa kami panggil Wa’ono—kini berusia sekitar 50 tahun. Pengalaman seram ini terjadi ketika Wa’ono masih berusia 7 tahun, di desa kami yang masih sepi dan minim penerangan. Sawah orang tuanya, yang luas, digarap oleh seorang petani bernama Mang Da’an, seorang pria yang selalu mengenakan baju dan celana hitam dengan caping di kepalanya. Sesekali, Mang Da’an mengajak Wa’ono ke sawah, sehingga ia cukup akrab dengan sosok Mang Da’an yang sering terlihat di ladang.
Namun, siapa sangka suatu malam Wa’ono akan bertemu sesuatu yang jauh dari sekadar sosok petani?
Malam Gelap di Hari Kamis Kliwon
Pada tahun 60-an, desa kami belum teraliri listrik. Malam hari benar-benar gelap dan hening, dengan cahaya yang hanya berasal dari lampu minyak tanah. Desa masih dikelilingi pohon besar dan rumpun bambu yang menciptakan suasana seram, terutama pada malam Kamis Kliwon.
Malam itu, setelah adzan Isya, Wa’ono yang bosan di rumah keluar untuk mengajak sahabatnya, Mulyono, bermain. Rumah mereka hanya berjarak 20 meter, namun rumah Mulyono berada dekat sungai, di samping jembatan dan batu besar yang dikelilingi pohon kelapa tinggi serta rumpun bambu yang rimbun.
Bau Singkong Bakar dan Sosok di Atas Batu
Saat tiba di depan rumah Mulyono, suasana sangat sepi. Pintu rumah Mulyono tertutup rapat, dan Wa’ono pun mulai memanggil-manggil, “Mul… Mulyono… keluar, yuk!” Namun, tak ada jawaban.
Tiba-tiba, Wa’ono mencium bau aneh, seperti bau singkong bakar yang menyengat. Dengan penasaran, ia menoleh ke arah batu besar di dekat jembatan. Di keremangan malam, tampak seperti ada seseorang duduk di atas batu itu.
Dalam hatinya, Wa’ono bertanya-tanya, “Kenapa Mang Da’an nongkrong di atas batu malam-malam begini?”
Ia mendekati sosok tersebut sambil terus mencium bau singkong bakar yang semakin tajam. Tak ada firasat apa pun dalam benaknya, ia terus mendekat.
Sosok Misterius yang Meninggi
Ketika jarak tinggal dua meter, Wa’ono menyapa, “Mang Da’an? Lagi ngapain malam-malam duduk di atas batu?”
Namun, sosok itu hanya diam, tak bergerak ataupun menjawab. Wa’ono mulai merasakan keanehan. Ia mengulangi sapaannya dengan suara gemetar, “Mang? Mang Da’an?!”
Saat itulah, di tengah kegelapan, Wa’ono menyadari sesuatu yang menyeramkan: sosok hitam itu perlahan berubah. Tubuhnya membesar, semakin tinggi, seolah-olah melambung menuju puncak pohon kelapa. Sosok tersebut sekarang tampak begitu besar dan tinggi, menatap Wa’ono dari atas.
Wa’ono merinding, ketakutan luar biasa menyelimutinya. Tubuhnya seperti membeku, matanya tak bisa lepas dari sosok mengerikan yang berubah menjadi makhluk tinggi hitam, tak lain adalah genderuwo penunggu batu besar itu.
Jeritan dan Pelarian ke Rumah Mulyono
Dengan sisa-sisa keberaniannya, Wa’ono menjerit sekuat tenaga dan berlari ke rumah Mulyono. Ia menggedor pintu dengan keras sambil ketakutan. Beberapa saat kemudian, ayah Mulyono membuka pintu dengan wajah heran.
“Ada apa, Wa’ono? Kenapa ketakutan begitu?” tanya ayah Mulyono sambil menatap Wa’ono yang pucat.
“Ada… ada… di batu besar… besar sekali… Mang Da’an…” jawab Wa’ono terbata-bata, sambil menunjuk ke arah batu besar di dekat jembatan.
Tanpa banyak bertanya lagi, ayah Mulyono segera menarik Wa’ono masuk ke dalam rumah. Ibu Mulyono buru-buru mengambil air dari gentong dengan siwur dan memberikannya pada Wa’ono. “Minum dulu, biar tenang.”
Setelah beberapa saat, Wa’ono mulai tenang dan menceritakan pertemuannya dengan sosok tinggi besar itu. Malam itu, rencana bermain berubah menjadi malam penuh ketakutan. Ayah Mulyono pun mengantar Wa’ono pulang dengan membawa lampu minyak, menguatkan Wa’ono agar tak terlalu takut.
Kisah Genderuwo yang Menjadi Mitos Desa
Keesokan harinya, cerita Wa’ono tentang pertemuannya dengan genderuwo menyebar di seluruh desa. Banyak yang mengakui bahwa bau singkong bakar memang sering menjadi pertanda kehadiran genderuwo, terutama di sekitar batu besar dan jembatan.
Sejak saat itu, desa kami makin berhati-hati, terutama jika melintasi batu besar di malam hari. Batu tersebut dikenal sebagai tempat tinggal genderuwo yang siap menampakkan diri pada siapa pun yang melintas di waktu-waktu tertentu, terutama di malam Jumat Kliwon.
Kisah Wa’ono telah menjadi legenda yang menakutkan bagi penduduk desa kami, dan sampai sekarang, batu besar itu selalu dihindari, terutama pada malam-malam yang gelap.
Tinggalkan Balasan